Dikes Kota Mataram Ingatkan Bahaya Self-Diagnose di Kalangan Gen Z

Tren self-Diagnose kesehatan mental kian marak menjangkiti masyarakat Kota Mataram khususnya di kalangan gen z.

Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Idham Khalid
TRIBUNLOMBOK.COM/WAWAN SUGANDIKA
SELF DIAGNOSE - Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, dr. H. Emirald Isfihan. Ia menyebut penyakit mental banyak menjangkit Gen Z. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA MATARAM - Dinas Kesehatan Kota Mataram saat ini mulai menyoroti tren self-Diagnose, kesehatan mental yang kian marak menjangkiti masyarakat khususnya di kalangan gen z.

Tren penyakit mental ini imbas dari  kemudahan akses informasi kesehatan melalui internet baik melalui media masa seperti Instagram, Tiktok, Facebook, hingga dengan maraknya kecerdasan buatan atau AI. Namun seringkali menjadi acuan yang di telan mentah oleh masyarakat tampa kajian ilmiah atau pandangan ahli seperti dokter.

Dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram, dr. H. Emirald Isfihan, penyakit mental ini juga kian marak terjadi di Kota Mataram.

Meski demikian, dia juga menyebutkan ada dua sisi yang bisa dipertik dari tren self-Diagnose yang banyak terjadi di kalangan anak muda, yakni dampak positif dan juga negatifnya.

“Ini (penyakit self-Diagnose) menurut saya pertama kalau kita mengatakan itu positif ya positif, artinya akses terhadap informasi itu terbuka. Tetapi sisi negatifnya banyak yang mempercayai itu sebagai deteksi awal penyakit yang sah dan dicerna mentah-mentah,” ucap Emirald menjawab Tribun Lombok, Selasa (19/8/2025).

Diungkapkannya, diagnosa penyakit harus disertai dengan pemeriksaan menyeluruh terhadap pasien, baik dari fisik, hingga dengan fisikisnya.

“Jadi kalau ada hal yang dirasakan perlu pemeriksaan, harus memeriksakan diri ke tenaga kesehatan setempat,” katanya.

Baca juga: 4 Jenis Penyakit Jadi Atensi Dikes Kota Mataram pada Peogram CKG, Hepatitis hingga Kesehatan Mental

Di tenaga kesehatanpun lanjut dia, pemeriksaanpun dilakukan tidak bisa hanya sekali baru kemudian bisa mendiagnosasatu penyakit. Akan teyapi melalui serangkaian pemeriksaan.

“Kita punya yang namanya second opinion, jadi orang boleh melakukan pemeriksaan ditempat lain setelah diperiksa, ini untuk membandingkan jenis penyakit yang benar benar sedang diidap,” sebutnya.

“Boleh mencari informasi, tetapi jangan terlalu menganggap diagnosa itu sudah pasti, apalagi hanya sekedar gejala yang sifatnya umum,” sambungnya.

“Karena dari sekian banyak gejala akan menimbulkan seribu wajah, jadi satu gejala itu bisa memunculkan banyak penyakit,” pungkasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved