Berita NTB

5 PMI Asal NTB Diduga Jadi Korban TPPO dengan Negara Tujuan Libya

Para korban diduga diberangkatkan secara ilegal ke Libya oleh jaringan perdagangan orang lintas daerah dan negara. 

Penulis: Rozi Anwar | Editor: Idham Khalid
FOTO KEMENKUMHAM NTB
Ilustrasi PMI ilegal 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Rozi Anwar 

‎TRIBUNLOMBOK.COM, SUMBAWA - Sebanyak lima Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Sumbawa dan Lombok Timur diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Lima korban ini bernama Fitrianti, Amanda Putri, dan Atika Lestari, ketiganya asal Desa Labuan Burung, Kecamatan Buer, sedangkan Icha yang masih di bawah umur asal Kecamatan Alas dan Nurjannah asal Pringgabaya Lombok Timur.

Para korban diduga diberangkatkan secara ilegal ke Libya oleh jaringan perdagangan orang lintas daerah dan negara. 

Laporan tersebut disampaikan langsung oleh para korban kepada Ketua Perwakilan PDI Perjuangan di Kuwait.

Anshary mengatakan saat ini dirinya tengah mengupayakan untuk membebaskan korban lima PMI tersebut. Ia mengungkap kronologi dugaan TPPO berdasarkan penuturan dari korban.

"PMI ini mengaku menjadi korban TPPO dan meminta tolong kepada saya mencari jalan dan menyampaikan kepada pemerintah," kata Anshary saat dihubungi pada Senin (11/8/2025).

Anshary menceritakan, kronologi awal Fitrianti diberangkatkan tanpa dokumen resmi dan mengalami eksploitasi selama bekerja di negara tujuan.

"Fitrianti ini mengaku pertama kali direkrut pada April 2025 oleh seorang pria di Alas Barat, Sumbawa," tutur Anshary.

Baca juga: Kantor Imigrasi Mataram Gandeng Desa Jenggik Utara Berantas TPPO dan TPPM

PMI tersebut kemudian menjalani pemeriksaan kesehatan di rumah salah satu perekrut seorang Haji sekaligus menjalani proses wawancara singkat. Beberapa hari kemudian, Fitrianti diberangkatkan ke Jakarta dari Sumbawa

Dalam perjalanannya, PMI ini sempat dibawa ke rumah seorang perempuan di Utan, yang merupakan bagian dari jaringan perekrut. Pada malam harinya, PMI ini dinaikkan ke bus Safari Darma Raya menuju Jakarta.

Setibanya di Jakarta, para korban dijemput oleh seorang pria bernama Mas Aji dan dibawa ke Bogor, menuju sebuah tempat penampungan yang berkedok salon kecantikan. 

"Nah di sana, para korban bersama beberapa calon pekerja migran lainnya menunggu proses pembuatan dokumen, termasuk paspor yang diurus di sebuah mall di Depok, Jawa Barat," terangnya.

Pada tanggal 10 Mei 2025, Fitrianti diberangkatkan ke bandara namun sempat disembunyikan terlebih dahulu di sebuah kost yang berada di Jakarta. 

"Nah dari Jakarta, ia menjalani perjalanan udara melalui Singapura, Dubai, dan Istanbul (Turki)," terangnya.

Setiba di Turkiye, korban dijemput oleh seseorang yang hanya dikenal dengan panggilan "Baba", dan ditempatkan di kamar sempit yang dihuni bersama enam orang lainnya. 

Tak lama berselang, Fitrianti dan seorang rekannya, Nurjanah asal Pringgabaya, diterbangkan ke Libya.

Setibanya di Libya, mereka sempat ditahan oleh polisi setempat sebelum akhirnya dijemput oleh seseorang dan diinapkan semalam di hotel. 

"Dan keesokan harinya, keduanya diantar ke rumah majikan," tuturnya

Tanggal 13 Mei 2025, Fitrianti resmi mulai bekerja di rumah majikan yang mengaku telah “membeli” mereka seharga USD 5.800 tanpa melalui jalur resmi. 

Hal ini menyebabkan korban diperlakukan dengan semena-mena, tidak diberi waktu istirahat yang cukup, serta makanan dan pakaian yang sangat minim.

Mendengar laporan ini, Anshary menyatakan keprihatinan mendalam dan mengecam keras praktik perdagangan manusia yang masih terjadi, terlebih melibatkan WNI di negara-negara konflik.

"Kami akan berkoordinasi dengan KBRI setempat dan pihak-pihak terkait untuk memastikan keselamatan korban dan mendorong proses pemulangan secepatnya. Perdagangan orang adalah kejahatan serius, dan semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab di hadapan hukum," pungkasnya Anshary.

Pihak PDI Perjuangan Kuwait juga tengah menyusun laporan resmi untuk diteruskan ke DPP PDI Perjuangan di Indonesia serta lembaga perlindungan pekerja migran agar kasus ini mendapat perhatian serius.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sumbawa, Varian Bintoro mengatakan sejauh ini belum ada laporan ke pihaknya atas dugaan TPPO tersebut.

"Kalau laporan atau pengaduan tidak ada ke kantor disnaker sumbawa. Infonya sudah ditindak lanjuti oleh BP3MI mataram dan sudah melakukan penelusuran di desa asal PMI tersebut bersama pemerintah desa," katanya pada Selasa (12/8/2025).

Ia juga menegaskan bahwa Libya bukanlah negara resmi untuk PMI sesuai aturan pemerintah. 

"Kasus ini menjadi pelajaran pahit. Masyarakat jangan mudah tergiur tawaran kerja dengan jalur tidak resmi," ujarnya

Sebagai upaya pencegahan, Disnakertrans Sumbawa kini menggencarkan Program PMI Cerdas ke desa-desa, memberikan edukasi tentang prosedur legal bekerja di luar negeri, risiko TPPO, dan modus penipuan agen ilegal. 

Varian juga mengimbau pemerintah desa, aparat keamanan, dan masyarakat untuk aktif melapor jika menemukan indikasi perdagangan orang.

"Keselamatan dan masa depan PMI adalah tanggung jawab kita bersama. Jangan sampai ada korban berikutnya," tutupnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved