Opini
Praktik Baik Kebijakan Publik Berbasis Bukti dari Kabupaten Lombok Tengah
Pendekatan yang bersifat reaktif dan tidak berbasis data cenderung menghasilkan kebijakan yang tidak tepat sasaran, inefisien
Oleh: Dr. Agus, M.Si, Peneliti PusDeK-UIN Mataram
TRIBUNLOMBOK.COM - Era tata kelola pemerintahan yang semakin kompleks dan menuntut akuntabilitas tinggi, mengharuskan kebijakan publik tidak lagi bisa dibentuk hanya berdasarkan intuisi, tradisi ngobrolnya tim sukses di warung kopi, atau pertimbangan politis semata.
Pendekatan yang bersifat reaktif dan tidak berbasis data cenderung menghasilkan kebijakan yang tidak tepat sasaran, inefisien, dan bahkan kontraproduktif. Di sinilah pentingnya peran kebijakan publik berbasis bukti (evidence-based policy making atau EBPM) sebagai fondasi utama dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan publik.
Kebijakan publik berbasis bukti adalah proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada informasi empiris yang valid, terpercaya, dan relevan. Bukti tersebut dapat berasal dari data statistik resmi, hasil penelitian ilmiah, survei yang dikeluarkan lembaga resmi dan masyarakat, hingga evaluasi program.
Di Indonesia, meskipun konsep EBPM sudah dikenal lama, namun implementasinya di tingkat daerah masih sangat bervariasi. Banyak pemerintah daerah masih menghadapi tantangan dalam hal kapasitas analisis data, integrasi informasi antar-sektor, dan budaya birokrasi yang belum sepenuhnya menghargai peran ilmu pengetahuan dalam pengambilan keputusan.
Namun, di tengah tantangan tersebut, terdapat beberapa daerah yang mulai menunjukkan kemajuan signifikan dalam penerapan EBPM. Salah satunya adalah Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Daerah ini, meskipun memiliki keterbatasan sumber daya dan infrastruktur, namun ia mampu menunjukkan komitmen kuat terhadap pendekatan kebijakan berbasis bukti melalui sejumlah praktik baik (best practices) yang inovatif, inklusif, dan berdampak nyata bagi masyarakat.
Berdasarkan pengalaman mendampingi daerah ini, penulis ingin mengangkat dan menganalisis praktik baik kebijakan publik berbasis bukti di Kabupaten Lombok Tengah sebagai studi kasus yang inspiratif.
Fokus utama adalah pada tiga kebijakan strategis yang telah terbukti efektif karena didasarkan pada data dan analisis empiris: (1) Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Data Terpadu, (2) Peningkatan Akses Pendidikan Melalui Analisis Drop Out, dan (3) Pengelolaan Kawasan Mandalika dengan Pendekatan Dampak Sosial. Selain itu, penulis juga akan mengidentifikasi faktor pendukung, mengevaluasi dampak, serta memberikan rekomendasi untuk replikasi di daerah lain.
Secara ekonomi, Lombok Tengah memiliki struktur ekonomi yang masih didominasi oleh sektor pertanian, perdagangan, dan pariwisata. Komoditas utama pertanian meliputi padi, tembakau, dan sayuran, sementara pariwisata berkembang pesat di kawasan Mandalika, yang kini menjadi destinasi wisata prioritas nasional sejak dibangunnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, di bawah kepemimpinan Lalu Pathul Bahri, SIP., MAP dan Dr. H. Nursiah, S.Sos., M.Si memiliki komitmen eksplisit terhadap pendekatan kebijakan berbasis data, dengan penekanan pada penggunaan informasi empiris dalam perencanaan dan evaluasi kebijakan.
Komitmen ini terasa selama kami dari Pusat Studi Kebijakan Publik (PusDeK) UIN Mataram diajak berkolaborasi dalam sejumlah penelitian. Berdasarkan pengalaman tersebut, terlihat komponen kunci dari pendekatan yang digunakan pemerintah adalah: (1) penggunaan data terpadu, (2) keterlibatan masyarakat, (3) kolaborasi dengan lembaga riset, dan (4) evaluasi berkelanjutan.
Salah satu praktik terbaik kebijakan publik berbasis bukti di Lombok Tengah adalah penerapan Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial - Next Generation (SIKS-NG) sebagai dasar penentuan penerima bantuan sosial.
Sebelum tahun 2020, penentuan penerima bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan BLT Desa sering kali dilakukan secara tidak transparan. Banyak masyarakat yang merasa dikesampingkan, sementara penerima yang tidak layak justru mendapatkan bantuan. Hal ini menimbulkan konflik sosial, ketidakpercayaan terhadap pemerintah, dan pemborosan anggaran.
Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, melalui Dinas Sosial, melakukan pemutakhiran data SIKS-NG secara masif pada tahun 2021–2022. Proses ini melibatkan verifikasi dan validasi lapangan (verval) oleh tim gabungan dari dinas, camat, dan perangkat desa. Data yang dikumpulkan mencakup kondisi ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan akses layanan dasar setiap rumah tangga.
Hasil pemutakhiran menunjukkan bahwa terdapat sekitar 38.000 rumah tangga miskin dan rentan di Lombok Tengah. Data ini kemudian digunakan untuk: (1) menentukan penerima PKH dan BPNT secara otomatis melalui sistem terpusat; (2) merancang program bantuan lokal seperti BLT Desa Berbasis Data yang dibiayai dari APBD; dan (3) memetakan kemiskinan per desa untuk perencanaan intervensi mikro.
Dampak penerapan pendekatan kebijakan ini kemudian terjadi akurasi penyaluran bantuan meningkat dari 65 persen (2019) menjadi 89 % (2023). Angka kemiskinan turun dari 15,1 % di tahun 2020 menjadi 14,2 % di tahun 2023 dan 12,07 % di tahun 2024.
Praktik baik lainnya terlihat pada kebijakan peningkatan akses pendidikan melalui analisis drop out. Lombok Tengah, angka drop out di jenjang SMP dan SMA masih menjadi persoalan serius, terutama di wilayah pedalaman. Hasil survey yang dilakukan Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Tengah tahun 2021 menunjukkan: angka drop out jenjang SMP mencapai 8,7 % ; angka drop out jenjang SMA mencapai 12,3 % .
Penyebabnya keterbatasan akses transportasi, beban ekonomi keluarga, dan kurangnya motivasi belaja. Berdasarkan bukti emperis ini Dinas Pendidikan Kabupaten Lombok Tengah Menyusun formulasi kebijakan yang disebut kebijakan afirmatif pada tiga program, yaitu: (1) transportasi Pendidikan gratis; (2) beasiswa pendidikan Lombok Tengah; dan (3) penguatan peran guru dan komite sekolah.
Dampak kebijakannya kemudian menunjukkan pada tahun 2023 angka drop out jenjang SMP turun menjadi 6,2?n angka drop out jenjang SMA turun menjadi 9,1 % , APK (Angka Partisipasi Kasar) SMA naik dari 78 % tahun 2020 menjadi 85 % pada tahun 2023. Selain itu survei kepuasan orang tua meningkat dari 68 % menjadi 82 % .
Keberhasilan penerapan kebijakan berbasis bukti di Lombok Tengah tidak terjadi secara kebetulan. Ada sejumlah faktor kunci yang mendukung transformasi ini, yakni: adanya komitmen pemimpin politik dan pemerintahan; kolaborasi pemerintah dengan pemangku kepentingan eksternal; penguatan system informasi; dan partisipasi Masyarakat.
Memang di dalam implementasi kebijakan berbasis bukti ini, pemerintah Kabupaten Lombok Tengah menghadapi beberapa tantangan, seperti: fragmentasi data; keterbatasan SDM; dominasi pendekatan politis; keterbatasan anggaran untuk riset yang masih sangat kecil yaitu 0,3 persen dari APBD; dan belum adanya badan khusus yang menangani riset dan ivoasi daerah.
Berdasarkan gap teori dan tantangan dalam implementasi kebijakan berbasis bukti di atas, penulis merekomendasikan kebijakan sebagai berikut:
- Pemerintah daerah sebaiknya membentuk Unit Kebijakan Berbasis Bukti (Evidence-Based Policy Unit) yang berada di bawah Bapperida. Unit ini bertugas: (a) mengoordinasikan pengumpulan data antar-SKPD; (b) melakukan analisis kebijakan; (c) menyusun laporan evaluasi; dan (d) menjadi think tank internal pemerintah daerah.
- Pemerintah daerah membangun Sistem Data Terpadu Daerah (Integrated Data Platform). Platform ini bertugas mengintegrasikan data dari semua sektor dan dilengkapi dengan: (a) dashboard public; (b) fitur analisis otomatis; (c) sistem peringatan dini (early warning system) untuk kemiskinan, stunting, dll.
- Pemerintah daerah agar meningkatkan kapasitas SDM melalui pelatihan berkelanjutan seperti pelatihan: statistik dasar; analisis data dengan Excel/SPSS; evaluasi program; penulisan naskah kebijakan (policy paper).
- Pemerintah daerah agar mengalokasikan anggaran khusus untuk Riset dan Evaluasi, minimal 1?ri APBD dialokasikan untuk: (a) kajian kebijakan; (b) survei kepuasan masyarakat; (c) kerja sama dengan universitas; dan (d) pengembangan sistem informasi.
Demikianlah, praktik baik yang ada di Lombok Tengah sangat relevan untuk direplikasi di daerah-daerah lain, terutama yang memiliki karakteristik serupa yaitu daerah agraris dan tingkat kemiskinan menengah.
Kunci replikasi adalah komitmen politik, kolaborasi, dan pendekatan bertahap.Tidak perlu langsung membangun sistem besar, tetapi bisa dimulai dari satu sektor, misalnya pendidikan atau sosial dan dikembangkan secara bertahap. Selamat berinovasi.
Tantangan Utama Gubernur Iqbal dari Bangsa Sasak Sendiri |
![]() |
---|
Masnun Tahir: Antara UIN Mataram dan NU NTB |
![]() |
---|
Merawat Kebersamaan Tanpa Unjuk Rasa, MotoGP Wajah Indonesia dari NTB untuk Dunia |
![]() |
---|
Hultah NWDI: Warisan Spiritualitas dan Kebersamaan |
![]() |
---|
Refleksi Pelantikan PW NU NTB: Mengikat Ukhuwah, Menata Masa Depan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.