WN Brasil Jatuh di Rinjani

Desak Evaluasi Mitigasi Kecelakaan Pendakian Gunung Rinjani, Dewan Pembina FPTI NTB: Benahi Sistem

Dewan Pembina FPTI NTB mengkritisi kurangnya koordinasi dan kesiapan dalam menghadapi situasi darurat di kawasan wisata alam seperti Rinjani

Dok.SAR Mataram
EVALUASI PENANGANAN - Petugas SAR gabungan saat mencari posisi Juliana, pendaki asal Brasil yang jatuh di Gunung Rinjani, Senin (23/5/2025). Pendaki tersebut jatuh di jalur menuju puncak. Dewan Pembina FPTI NTB mengkritisi kurangnya koordinasi dan kesiapan dalam menghadapi situasi darurat di kawasan wisata alam seperti Rinjani. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Dewan Pembina Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) NTB menyoroti insiden kecelakaan pendakian WNA Brasil Juliana Marins (27) di Gunung Rinjani.

Dewan Pembina FPTI NTB M. Ihwan menilai perlunya sinergi dalam kolaborasi penanganan kecelakaan pendakian.

Dia memberi apresiasi kepada relawan Agam Rinjani maupun relawan lainnya yang turut serta dalam proses evakuasi. 

"Yang tampil ke depan ini bukan pemerintah atau TNGR, tapi justru relawan. Ini harus diberikan apresiasi yang luar biasa. Pemerintah harus memberikan penghargaan kepada Agam Rinjani dan menjadikan ini momentum untuk membenahi sistem," kata Ihwan, Senin (30/6/2025).

Iwan mengkritisi kurangnya koordinasi dan kesiapan dalam menghadapi situasi darurat di kawasan wisata alam seperti Rinjani. 

Baca juga: Terungkap Hasil Autopsi Jasad Juliana Marins, Hipotermia Bukan Penyebab Meninggal Dunia

Menurutnya, mitigasi bencana harus menjadi prioritas dalam pengelolaan destinasi wisata alam.

"Kita tidak bisa terus-menerus hanya menjual kenikmatan tanpa menjamin keselamatan. Hal seperti ini tidak sehat. Kita harus berpikir ulang bagaimana sistem penanganan bencana di Rinjani," ujarnya.

Ia mengusulkan agar Gubernur NTB segera duduk bersama pemerintah pusat dan BTNGR untuk merumuskan formula mitigasi bencana yang komprehensif dan berkelanjutan. 

Iwan berpendapat bahwa perlu ada kejelasan mengenai rantai tanggungjawab ketika terjadi kecelakaan pendakian.

Dewan Pembina FPTI NTB M. Ihwan
Dewan Pembina FPTI NTB M. Ihwan.

“Harus ada pola koordinasi yang jelas. Siapa berbuat apa, bagaimana sarana dan prasarana disiapkan, jangan hanya fokus pada pendapatan,” katanya.

Ia juga menyinggung mengenai dana yang dikelola BTNGR yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk memperkuat aspek keselamatan. 

“Itu dana nyata, bukan daun mangga. Harus ada anggaran yang betul-betul digunakan untuk perlindungan dan keselamatan para pendaki,” tegasnya.

Iwan mengingatkan pentingnya menjaga kearifan lokal sebagai bagian dari pendekatan budaya dalam menjaga kelestarian Rinjani. 

Ia mencontohkan tradisi “Nyembeq” yang bisa dijadikan pembelajaran bagi para pendaki agar menghormati alam dan adat istiadat setempat.

“Itu bisa memberi sugesti positif kepada para pendaki agar menjaga sopan santun dan tidak semena-mena saat berada di gunung,” katanya.

Ia berharap insiden yang menimpa Juliana Marins menjadi titik balik bagi semua pihak, baik pemerintah provinsi, kabupaten/kota, masyarakat adat, hingga relawan untuk bersama-sama mengevaluasi sistem pengelolaan dan penanganan kecelakaan pendakian.

“Kita sangat malu dengan kejadian ini. Jika kita ingin Rinjani tetap menjadi primadona wisata, maka keselamatan harus menjadi hal utama,” pungkasnya.

Pemprov NTB menekankan pelayanan yang aman dan nyaman bagi wisatawan. 

Wakil Gubernur NTB Indah Dhamayanti Putri mengatakan, insiden seperti ini jangan sampai terulang kembali. 

"Kami akan mencoba memperbaiki dari sisi regulasi terkait dengan proses pendakian dari turis luar maupun domestik, agar Rinjani tentunya menjadi destinasi dunia," kata Dinda sapaan karibnya, Kamis (26/6/2025). 

Evaluasi ini akan dilaksanakan bersama seluruh stakeholder terkait dengan wisata pendakian Gunung Rinjani. 

Proses evakuasi Juliana menjadi sorotan publik.

Kepala Balai TNGR Yarman mengimbau kepada para pendaki untuk menyiapkan beberapa hal sebelum melakukan pendakian.

Pendakian di Gunung Rinjani bisa dilalui melalui beberapa jalur seperti Sembalun, Senaru, Timbanuh, Torean, dan Aik Berik. 

Setiap jalur ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga kesiapan mental dan fisik dari para pendaki sangat dibutuhkan. 

"Kalau mendaki gunung harus siap semuanya, siap fisik, siap mental," kata Yarman. 

Yarman juga meminta kepada calon pendaki untuk mengenali mendan yang akan dilewati, terutama saat melewati daerah-daerah rawan kecelakaan. 

Bukan hanya itu, Yarman juga meminta jika terjadi sesuatu para pendaki bisa melakukan penyelamatan sendiri terlebih dahulu, sembari menunggu bantuan dari tim SAR. 

"Setidaknya ada pengetahuan apabila terjadi kecelakaan, atau di rawan-rawan dimana posisinya," jelas Yarman. 

Balai TNGR juga menyampaikan saat melakukan pendakian, para pendaki diharuskan menggunakan peralatan yang sesuai dengan standar. Hal ini dilakukan untuk menghindari insiden di gunung. 

Tak hanya itu, pendakian yang sesuai standar operasional prosedur (SOP) sangat dianjurkan. Para pendaki harus melalui jalur resmi, sebab bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terdata oleh petugas. 

Jenazah WNA Brasil Juliana Marins (27) jatuh di lereng puncak Gunung Rinjani dievakuasi dari jurang kedalaman 600 meter, Rabu (25/6/2025). 

Pendaki yang dilaporkan jatuh pada Sabtu (21/6/2025) pagi pukul 06.30 Wita ini akan diautopsi terlebih dulu sebelum dipulangkan ke Brasil. 

Di balik evakuasi korban, tersimpan cerita para petugas Tim SAR yang tidak hanya berjibaku dengan waktu tetapi juga medan ekstrem. 

jenazah Juliana akhirnya berhasil diangkat dari jurang menggunakan metode vertical lifting.

Proses ini dilakukan dengan sistem pulley dan tim pengangkut bergiliran menarik tali dari ketinggian.

Setelah berhasil dievakuasi ke bibir tebing, jenazah ditandu menyusuri jalur curam menuju Posko SAR Sembalun, memakan waktu hampir 6 jam.

Pukul 20.41 WITA, jenazah tiba di Posko dan langsung dibawa dengan ambulans menuju RS Bhayangkara Mataram dengan pengawalan ketat. Jenazah tiba pukul 22.44 WITA dan langsung masuk ruang autopsi.

Awalnya, tubuh Juliana sudah ditemukan pada Selasa (24/6/2025) petang sekira pukul 18.00 Wita. 

Tim SAR yang turun menggunakan teknik vertical rescue terpaksa harus bermalam dengan cara flying camp. 

Alasannya karena evakuasi pada malam hari tidak memungkinkan untuk dilakukan. 

Juliana terjatuh di jurang curam kawasan Cemara Nunggal, jalur menuju puncak Rinjani. Lokasinya berada di ketinggian 9.000 kaki atau sekitar 2.743 meter di atas permukaan laut.

“Medan tempat korban jatuh adalah tebing terjal dengan kedalaman lebih dari 600 meter. Lokasinya benar-benar sulit dijangkau dan tidak memungkinkan dilakukan evakuasi biasa,” ujar Syafii dalam konferensi pers, Selasa (24/6/2025).

Tim SAR memerlukan waktu 8 jam hanya untuk mencapai titik awal pencarian dari Pos Sembalun.

Perjalanan menempuh tebing berbatu, semak belukar, dan jalur licin akibat hujan yang mengguyur kawasan pegunungan selama dua hari berturut-turut.

Pada hari pertama dan kedua, Basarnas mengerahkan drone thermal untuk mendeteksi panas tubuh korban. 

Namun, drone gagal mendeteksi keberadaan Juliana akibat kabut tebal dan hujan deras.

“Pada awalnya, drone tidak bisa melihat apa pun. Jarak pandang kami hanya sekitar 5 meter. Ini sangat menyulitkan observasi,” jelas Syafii.

Baru pada Senin (23/6/2025), drone berhasil menangkap gambar tubuh Juliana dalam posisi tak bergerak.

Titik jatuh korban diperkirakan berada pada kedalaman 600 meter dari bibir jurang.

Berdasarkan hasil observasi itu maka diputuskan proses evakuasi menggunakan vertical lifting. 

Namun hal itu juga bukan tanpa kendala sebab tali yang tersedia di awal pencarian hanya sepanjang 250 meter. 

Tim SAR harus menyambung tali secara bertahap dan memasang tambatan pengaman pada tebing yang hampir tidak memiliki titik penahan yang kokoh.

“Panjang tali itu tidak cukup. Kami harus sambung-sambung, dan lokasi tambatan tali pun sangat terbatas dan berisiko,” ungkap Syafii.

Pasokan oksigen tipis di ketinggian Rinjani juga menjadi masalah serius.

 Tim hanya bisa bekerja dalam waktu terbatas untuk mencegah kelelahan atau sesak napas.

Salah satu anggota tim rescue Agam membagikan video detik-detik evakuasi jasad Juliana. 

Pemandu gunung ini memperlihatkan kondisi tebing curam, medan terjal berpasir yang labil pada lokasi jalur evakuasi. 

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved