Alih Fungsi Lahan Bekas Bandara Rambang di Lombok Timur Jadi Sorotan

Status lahan Rambang berada di bawah kewenangan Kementerian Pertahanan/TNI AU.

hjadesta.kemenparekraf.go.id
BANDARA RAMBANG - Arsip foto Bandara Rambang di Lombok Timur. Status lahan Rambang berada di bawah kewenangan Kementerian Pertahanan/TNI AU. 

Negara akan kehilangan bukan hanya situs fisik, tapi juga identitas kolektif, memori publik, dan kebanggaan lokal. 

“Apa jadinya jika anak cucu kita kelak hanya mengenal Rambang sebagai tambak udang biasa, bukan sebagai tempat di mana Lombok pertama kali menyapa langit,” sebut aktivis asal Lombok Timur ini. 

5 Dampak Alih Fungsi

Ada lima dampak alih fungsi lahan Rambang menurut Wadik. 

Antara lain pertama, hilangnya memori kolektif lokal, di mana anak-anak generasi baru di Lombok Timur tidak akan pernah tahu bahwa daerah mereka pernah menjadi pusat transportasi udara utama sehingga nilai edukasi dan kebanggaan lokal perlahan terkikis.

Kedua, hilangnya potensi wisata sejarah dan edukasi.

Di tengah tren wisata sejarah dan museum hidup, Bandara Rambang seharusnya bisa dikembangkan sebagai destinasi sejarah penerbangan.

 Alih fungsi ke tambak udang tentu menutup potensi ekonomi alternatif ini.

Ketiga, adanya ancaman terhadap kedaulatan Pertahanan Nasional, jika sewaktu-waktu Indonesia memerlukan bandara alternatif untuk operasi militer atau darurat, maka kehilangan Bandara Rambang akan menjadi kerugian strategis yang tidak bisa digantikan dengan mudah.

Keempat, kerusakan ekosistem pesisir dan air tanah.

Industri tambak udang intensif dikenal memiliki dampak buruk terhadap kualitas air tanah, ekosistem laut, dan daya dukung lingkungan, khususnya jika dilakukan tanpa regulasi ketat.

Kelima, melahirkan ketimpangan tata ruang dan aset negara, karena ketika aset strategis negara dialihkan ke sektor privat tanpa partisipasi publik yang kuat, maka ini dapat menjadi celah bagi praktik korporatisasi ruang dan melemahnya kontrol negara atas tanah penting.

Direktur Sunrise Land Lombok (SLL) menyebutkan, pihak terkait dalam hal ini TNI - AU atau pun Kementerian Pertahanan selaku pihak yang menguasai lahan Bandara Rambang bersama Pemerintah Daerah harus mencari Jalan Tengah, melakukan revitalisasi Bandara Rambang tanpa menghapus identitas. 

“Pemerintah daerah, bersama Kementerian Pertahanan dan pelaku usaha, harus duduk bersama membuat peta jalan pemanfaatan Rambang yang menghormati sejarah, menjaga aspek pertahanan, dan tetap mendukung produktifitas ekonomi, seyogianya lah semua pihak terkait mengambil posisi bijak dengan melestarikan nilai sejarah tanpa menghambat pembangunan.

Dia menawarkan Bandara Rambang direvitalisasi sebagai museum udara, lapangan latihan darurat, atau destinasi sejarah edukatif adalah pilihan yang tak hanya menjaga identitas, tetapi juga membuka peluang ekonomi berbasis pariwisata sejarah.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved