Kasus Kekerasan Seksual di NTB Bisa Jadi Penghambat Kemajuan Daerah

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Prof Atun Wardatun mengatakan, tingginya kasus kekerasan seksual ini membuat daerah lebih susah maju

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Laelatunniam
TRIBUNLOMBOK.COM/ ROBBY FIRMANSYAH
KEKERASAN SEKSUAL: Guru besar UIN Mataram Prof Atun Wardatun saat ditemui di Command Center, Kantor Gubernur NTB, Kamis (5/6/2025). Atun menyampaikan tingginya kasus kekerasan seksual bisa jadi penghambat kemajuan daerah. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Maraknya kasus kekerasan seksual di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus menjadi sorotan, bahkan dalam enam bulan terakhir ratusan perempuan dan anak menjadi korban.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Prof Atun Wardatun mengatakan, tingginya kasus kekerasan seksual ini membuat daerah lebih susah maju.

"Kalau kita masih mengurus urusan yang seperti ini yang tidak menemui ujungnya, kita tidak akan berfikir lebih strategis lagi, untuk memikirkan hal lain yang lebih penting," kata Atun, Kamis (5/6/2025).

Lebih lanjut ia mengatakan, populasi masyarakat di NTB saat ini masih dikisaran lima juga penduduk.

Menurutnya tidak sulit untuk menangani kasus-kasus seperti ini, jika semua elemen berperan aktif mencegah terjadinya kekerasan seksual mulai dari tingkat provinsi sampai ke RT/RW.

Atun menyampaikan, peraturan daerah dan peraturan gubernur yang mengatur tentang pencegahan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di NTB sudah ada, hanya saja implementasinya yang dianggap masih kurang.

"Paling tidak kita punya empat (Perda dan Pergub), seharusnya pemerintah bisa mengimplementasikan apa yang sudah direncanakan itu," kata Atun.

Dosen Hukum Keluarga Islam itu juga menyampaikan, pemerintah jangan bertumpu pada partisipasi masyarakat.

Karena menurutnya, yang lebih memiliki kekuatan dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini adalah pemerintah.

"Partisipasi masyarakat perlu, tapi mengaktivasi semua dinas ini untuk bekerja lebih baik juga perlu," jelasnya.

Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak ini bukan hanya menjatuhkan derajat korban tetapi juga pelaku.

Atun menegaskan sebagai manusia janganlah melakukan kekerasan seksual terhadap orang lain, ketika dia melakukan itu justru menurunkan nilai kemanusiaannya sendiri.

"Jangan jadi korban, haram jadi pelaku," ucap Atun.

Atun juga meyakinkan kepada para korban untuk berani berbicara, karena salah satu cara membongkar kejahatan ini ketika para korban bersuara.

"Undang-undang sudah mengatur, bahwa keterangan korban ini bisa dijadikan sebagai alat bukti, tetapi jangan sampai disalah gunakan," pungkasnya. 

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved