Opini
Meragukan Babad-babad Sasak
Michel Foucault menyatakan bahwa sejarah tidak pernah bebas dari kuasa, karena narasi masa lalu adalah wacana yang dibentuk oleh kekuatan politik.
Elit Sasak sebagai asli Sasak sedangkan kaum bawah sebagai Sasak yang menumpang di kampung halaman sendiri.
Komunitas adat yang rendah hati, kelompok spiritual lokal yang taat, perempuan desa yang murni, minoritas budaya dikonstruksi secara inferior, dan kelompok yang diorientalisasi sebagai kelompok yang belum tercerahkan kemudian ditempatkan dalam posisi subordinat.
Maka dari itu, meragukan babad-babad Sasak adalah upaya untuk membongkar mitos sejarah yang telah dilembagakan. Mitos ini hidup dalam berbagai bentuk.
Ia menjadi dasar legitimasi adat, ia mengatur siapa yang disebut keturunan bangsawan dan siapa yang tidak, ia membenarkan penguasaan tanah, ia menjustifikasi praktik feodal dalam masyarakat, dan ia memproduksi hierarki sosial yang tidak bisa digugat karena dianggap berasal dari masa silam yang sakral.
Namun seperti yang kita tahu dari Foucault, sakralitas sering kali adalah bentuk pengaburan dari kerja kuasa. Sesuatu menjadi sakral justru karena ia tidak ingin dipertanyakan.
Babad-babad Sasak telah menjadi sakral dalam pengertian ini. Ia ditempatkan di ruang tinggi, dijaga oleh lembaga adat, dituturkan dengan kebanggaan, tetapi tidak pernah dibaca secara kritis.
Narasi dalam babad telah berubah menjadi hukum budaya. Kemudian hukum tersebut bekerja tanpa perlu penegasan ulang. Sengaja diatur sedemikian rupa agar tidak perlu penalaran, argumentasi, dan diskursus kritis.
Pola hegemonik semacam ini telah tertanam dalam cara berpikir kolektif masyarakat Sasak.
Jika kita ingin menyusun kembali sejarah masyarakat Sasak secara lebih adil dan terbuka, maka kita harus mulai dengan meragukan teks-teks hegemonik seperti babad.
Keraguan ini bukan sekadar skeptisisme kosong, melainkan metode kritis yang membebaskan. Kita perlu membuka ruang bagi narasi-narasi tandingan, narasi yang datang dari mereka yang disingkirkan dari babad.
Kita perlu menanyakan di mana suara perempuan Sasak desa dalam babad, di mana kisah petani dan nelayan, di mana pengalaman kekalahan dan keterjajahan, di mana ingatan tentang komunitas adat yang tak sejalan dengan feodalisme dan hegemoni elit.
Di mana juga peran seniman-budayawan, para belian, para perompak, para pelacur, para koruptor, para tengkulak, para pengayah dalam babad tersebut?
Semua pertanyaan ini penting, karena hanya dengan mendengarkan suara yang diredam kita bisa memperoleh pemahaman yang utuh tentang masa lalu.
Melalui orang yang dipinggirkan dalam babad-babad Sasak kita akan mengetahui secara utuh relasi sejarah dan manusia Sasak secara adil.
Siapa pejuang sejati Sasak dan siapa pula penghianat yang asli.
Bahkan kita bisa melihat dengan terang-benderang siapa bangsawan yang benar, bangsawan abal-abal, siapa kaum bawah yang sebenarnya bangsawan, siapa yang keturunan Sasak, siapa keturunan Bali yang mengaku Sasak?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.