Opini

OPINI: Jagung, Kemiskinan Struktural dan Janji Gubernur NTB

Upaya penanggulangan kemiskinan NTB harus mempertimbangkan tiga tahapan pemulihan sebelum perekonomian dapat pulih dan mencapai pertumbuhan

Editor: Idham Khalid
Dok. Istimewa
KEBIJAKAN - Dr. Maharani, penulis opini berjudul “OPINI: Jagung, Kemiskinan Struktural dan Janji Gubernur NTB" Tulisan ini merespons kondisi pertanian di NTB. 

Oleh: Dr Maharani

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Bulan April ini merupakan bulan yang dinanti-nanti oleh petani jagung di Nusa Tenggara Barat (NTB). Dikarenakan bulan ini merupakan waktunya panen. Sepanjang hamparan dari Kabupaten Sumbawa sampai Bima, kita akan menyaksikan pemandangan petani kita sedang sibuk memanen jagungnya. Pun begitu di pulau Lombok.

Namun, ada yang menyesakkan dada bagi para petani hari ini. Janji harga yang sudah didengungkan sejak awal tanam bahkan sudah menjadi konsumsi publik melalui media tidak kunjung dapat dirasakan. Pemerintah telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk jagung di tingkat petani sebesar Rp 5.500 per kilogram, yang berlaku mulai tanggal 7 Februari 2025. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 18 Tahun 2025.

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), total luas panen jagung pipilan di NTB Januari-Mei 2025 dapat mencapai 105,2 ribu hektare. Ini mengalami peningkatan 14 persen dibandingkan luas panen di periode yang sama tahun sebelumnya yang berada di luasan 92,3 ribu hektare. NTB pun berada di urutan ketiga sebagai daerah produsen jagung nasional.

Dari total luasan panen jagung di NTB tersebut, estimasi produksi jagung pipilan kering kadar air 28 persen dalam periode Januari-Mei 2025 dapat mencapai 1,004 juta ton. Sementara proyeksi produksi jagung pipilan kering kadar air 14 persen berada di 742,9 ribu ton. 

Di lapangan, saat ini harga beli Jagung jauh dibawah HPP yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hal ini membuat petani bingung dan akan berpotensi membuat petani merugi. Dikarenakan produksi petani tahun tanam ini jauh dibawah standar dikarenakan banyak faktor internal dan ekternal. Ditambah lagi dengan harga yang sangat jauh dari harga HPP.

Dalam pantauan di Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), per 18 April 2025, rerata harga jagung pipilan kering di tingkat produsen pada Provinsi NTB berada di Rp 4.222 per kilogram (kg). Kabupaten/kota NTB yang mengalami rerata harga terendah adalah Bima dengan Rp 4.000 per kg, diikuti Dompu Rp 4.200 per kg, Lombok Timur Rp 4.400, dan Sumbawa Rp 4.467 per kg.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lombok Research Center (LRC), harga komoditi unggulan NTB berpotensi menambah atau menurunkan angka kemiskinan di NTB. Jika harga komoditi unggulan tinggi, maka angka kemiskinan akan menurun. Begitupun sebaliknya, jika harga komoditi unggulan menurun, maka akan berpotensi menyebabkan angka kemiskinan di NTB naik. Hal ini disebabkan oleh banyak factor internal maupun ekternal.

Saat ini, angka kemiskinan di NTB dari Badan Pusat Statsistik (BPS) Persentase penduduk miskin pada September 2024 sebesar 11,91 persen, menurun 1,00 persen poin terhadap Maret 2024 dan menurun 1,94 persen poin terhadap Maret 2023. Jumlah penduduk miskin pada September 2024 sebesar 658,60 ribu orang. 

Sedangkan angka kemiskinan ektrim NTB pada tahun 2024 mengacu pada data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), warga miskin ekstrem di NTB sebanyak 282.486 jiwa.

Sementara itu, dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025—2029, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan tidak ada lagi kemiskinan ekstrem (0 persen) pada 2029, sementara persentase penduduk miskin turun ke 4,5 % pada 2024.

Untuk itu, Prabowo menerbitkan Instruksi Presiden No.8/2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Sekarang yang menjadi perhatian kita adalah bagimana Gubernur baru NTB untuk menindaklanjuti Instruksi Presiden tersebut.

Sampai saat ini gebrakan teknis terkait dengan bagaimana Pemerintah Daerah menyikapi gejolak harga Jagung di NTB ini masih hanya sebatas wacana. Padahal jika kita melihat waktu, petani membutuhkan kejelasan kebijakan harga ini secepatnya. Dikarenakan model manajement keuangan di tingkat petani masih sangat rendah. Sehingga ketika panen akan langsung melepas hasil panennya secepatnya. 

Seharusnya Gubernur NTB sudah memiliki langkah kongkrit dalam melihat fenomena ini. Dikarenakan fenomena ini selalu berulang setiap tahunnya. NTB merupakan propinsi penghasil jagung nasional. Namun hal seperti ini selalu terjadi berulang. “Seolah-olah” ada pembiaran yang berulang.

Tantangan terbesar di masa efisiensi anggaran ini yang berdampak luas adalah perlunya penyesuaian dan penguatan strategi penanggulangan kemiskinan. Secara garis besar strategi mengurangi beban melalui berbagai bansos dan strategi meningkatkan produktivitas melalui pemberdayaan tak berubah, hanya perlu disesuaikan dengan pola penguatan potensi lokal seperti pertanian yang sekaligus menjadi tulang punggung ekonomi daerah. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved