Demonstrasi Honorer di Lombok Timur
Jeritan Hati Honorer Lombok Timur: 19 Tahun Mengabdi, Gaji Tak Sebanding Beban Kerja
Cerita pilu honorer yang berdemo di kantor Bupati Lombok Timur, belasan tahun kerja sebut gaji lebih tinggi daripada kader posyandu
Penulis: Toni Hermawan | Editor: Idham Khalid
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Toni Hermawan
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Ribuan honorer menggelar aksi demo di Kantor Bupati Lombok Timur, Senin (20/1/2025).
Mereka tampak membawa alat praga aksi, sepeti poster dan sejumlah sepanduk yang bertuliskan berbagai macam keluhan selama menjalani profesi sebagai tenaga honorer.
Salah satu tenga kesehatan (Nakes), Hizbullah menceritakan dirinya sudah mengabdi di puskesmas selama 19 tahun.
"Saya dari tahun 2006 pak jadi perawat," katanya saat hearing bersama Pj Bupati Lombok Timur.
Ia juga mengkritisi honor yang sangat kecil, ketimbang para kader-kader posyandu yang ada di desa-desa.
"Lebih besar honor-honor kader posyandu kita daripada tenaga perawat," keluhnya.
Hizbullah mempertanyakan keberpihakan pemerintah desa untuk memperhatikan nasib honorer, berbanding terbalik dengan kader-kader posyandu yang mendapatkan honor lebih besar yang bersumber dari Anggaran Dana Desa (ADD).
"Desa ini mampu lebih besar memberikan pendapatan kader, dimana kebijakan pemerintah di sini," tegas dia.
Baca juga: Pimpinan DPRD NTB Didorong Beri Sanksi Tegas Anggotanya yang Positif Narkoba
Ia berharap pemerintah dapat menyesuaikan honor yang didapatkan oleh tenaga honorer.
"Mudahan-mudahan pemerintah Lombok Timur dapat menyesuaikan gaji kita sebagai Nakes," harapnya.
Sementara itu bidan di Puskesmas Sikur, Aisyah. Memulai karirnya menjadi bidan desa.
"14 tahun mengabdikan diri menjadi bidan pak, kami bekrja tampa pamrih, kami mengetuk pintu hati bapak ibu yang berwenang, lihatlah pandanglah kami pak," pintanya.
Aisyah juga menyoroti tidak ada jaminan kesehatan yang didapatkan. Berkaca pada pengalaman saat pandemi covid-19 beberapa tahun lalu, ia bersama bidan lainnya tetap bekerja bertaruh nyawa. Namun tidak ada jaminan kesehatan dari pemerintah.
"Jadi terserah teman-teman mau terpapar, mau mati aja sekalian, sampai sekarang jaminan kesehata kami dari pemerintah tidak ada," ujarnya.
Ia juga memgkritisi gaji honorer yang sangat kecil dan dinilai tidak dapat memenuhi kebutuhan, terlebih harga bahan makan yang naik.
"Pantas kah kita dengan uang Rp 500 ribu, harga tomat cabai mahal," keluhnya.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.