Berita NTB

3 Fakta Aksi Forum Nelayan Lombok, Tolak VMS hingga Kebijakan yang Dinilai Merugikan

Perwakilan Forum Nelayan Lombok membacakan enam poin tuntutan yang mencerminkan berbagai permasalahan di sektor perikanan

Editor: Idham Khalid
Dok. Istimewa
Massa aksi dari Forum Nelayan Lombok saat menggelar demo di Knator DPRD NTB, Kamis (16/1/2025). 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Ratusan nelayan yang tergabung dalam Forum Nelayan Lombok (Fornel) menggelar aksi  di depan kantor DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk menyuarakan penolakan terhadap sejumlah kebijakan pemerintah yang dianggap memberatkan nelayan, Kamis (16/1/2025).

Forum Nelayan Lombok menyoroti beberapa kebijakan utama yang menjadi kendala dalam keseharian mereka, termasuk kewajiban pemasangan Vessel Monitoring System (VMS), kebijakan kuota penangkapan ikan, dan pembatasan zona penangkapan ikan di satu Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP).

Dalam orasinya, para nelayan menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut lebih banyak menguntungkan perusahaan besar dan merugikan nelayan kecil yang mengandalkan penghasilan harian dari hasil tangkapan mereka.

Tuntutan Nelayan

Ratusan nelayan dari Lombok Timur saat demo kantor DPRD NTB menolak  pemasangan alat VMS pada kapal nelayan, Kamis (16/1/2025).
Ratusan nelayan dari Lombok Timur saat demo kantor DPRD NTB menolak pemasangan alat VMS pada kapal nelayan, Kamis (16/1/2025). (TRIBUNLOMBOK.COM/AHMAD WAWAN SUGANDIKA)

Perwakilan Forum Nelayan Lombok membacakan enam poin tuntutan yang mencerminkan berbagai permasalahan di sektor perikanan. Di antara tuntutan tersebut adalah penolakan pemasangan VMS.

Penolakan VMS ini karena biaya pemasangan yang mahal dan relevansi teknologi ini dianggap lebih sesuai untuk kapal besar.

Mereka juga mengusulkan kebijakan berbasis komunitas nelayan sebagai alternatif pengawasan yang lebih sederhana dan terjangkau.

Selain itu, Forum Nelayan Lombok juga menolak kebijakan kuota penangkapan ikan yang dinilai tidak realistis terhadap kondisi perairan lokal.

Mereka mengusulkan agar pemerintah mencabut kuota tersebut untuk kapal kecil dan memberikan fleksibilitas lintas zona penangkapan ikan berdasarkan kebutuhan migrasi ikan dan kondisi cuaca.

Tuntutan lain yang menjadi perhatian adalah penurunan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari 5 persen menjadi 2,5 % serta revisi harga acuan ikan, seperti tuna, albacore, dan cakalang, agar lebih mencerminkan harga pasar.

Forum Nelayan Lombok juga menuntut transparansi dalam kebijakan pembayaran selisih hasil tangkapan, yang selama ini dianggap membingungkan dan tidak jelas prosedurnya.

Menanti Respon DPRD

Meskipun aksi berlangsung damai, Forum Nelayan Lombok tidak dapat bertemu langsung dengan anggota DPRD NTB karena mereka sedang menghadiri agenda Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) di daerah pemilihan masing-masing.

Sekretaris Dewan DPRD NTB menerima perwakilan nelayan dan memastikan bahwa audiensi dengan Komisi 2 DPRD NTB akan dijadwalkan pada Selasa, 21 Januari 2025.

Perwakilam Forum Nelayan Lombok, Yan Mangandar, menyatakan komitmennya untuk terus memperjuangkan hak dan kesejahteraan nelayan. Ia berharap audiensi mendatang dapat memberikan solusi nyata atas permasalahan yang dihadapi para nelayan.

"Kami akan kembali hadir untuk memastikan suara kami didengar dan ditindaklanjuti," tegas Hadi.

Harapan untuk Masa Depan Perikanan Lombok

Forum Nelayan Lombok berharap, melalui dialog terbuka dengan DPRD NTB, kebijakan yang lebih ramah dan berkeadilan dapat segera diterapkan terhadap nelayan.

Dalam orasi penutupnya, mereka menegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya untuk kepentingan nelayan, tetapi juga untuk keberlanjutan sektor perikanan di Lombok yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian daerah.

"Nelayan adalah bagian dari solusi, bukan sekadar objek regulasi. Kami ingin pemerintah mendengar dan memahami kondisi kami di lapangan," ujar Yan.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved