Berita NTB

Rentetan Kasus Pelecehan Seksual di Lombok yang Melibatkan Pimpinan Pondok Pesantren

Tribunlombok.com, mencatat beberapa kasus pelecehan yang terjadi di lingkungan ponpes yang berada di Lombok NTB

Editor: Idham Khalid
Dok.Istimewa
Kolase Foto: Pelaku pelecehan seksual yang melibatkan pimpinan pondok pesantren di Lombok, NTB. 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Serangkaian kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan oknum pimpinan dan pengajar pondok pesantren (ponpes) menghebohkan Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam dua tahun terakhir.

Tribunlombok.com, mencatat beberapa kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan ponpes yang berada diLombok, daerah yang dijuluki pualu seribu masjid.

Lombok Timur: Pimpinan Ponpes Diduga Lecehkan 41 Santriwati

Kasus pertama pada Mei 2023, HSN (50) salah satu pimpinan pondok pesantren di Sakra Timur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi tersangka atas dugaan kasus pelecehan sebanyak 41 santriwati.

AKBP Hery Indra Cahyono saat itu menjabat Kapolres Lombok Timur menerangkan, modus pelaku yakni sama-sama membujuk rayu para korban. 

"Jadi para tersangka ini melakukan bujuk rayu untuk melakukan intim dengan korban," kata Hery. 

Atas perbuatannya, pelaku dikenakan pasal persetubuhan terhadap anak atau pelecehan seksual  fisik terhadap anak, sebagaimana dalam pasal 81  junto pasal 76 D undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang ketetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang 2002 tentang Undang-undang Perlindungan Anak.

Lombok Barat: Tiga Tersangka Terlibat Pencabulan dan Persetubuhan Anak di Bawah Umur

Kasus lain yang mencuat di Lombok Barat melibatkan tiga orang tersangka yang diduga melakukan pencabulan dan persetubuhan terhadap anak di bawah umur.

Ketiga tersangka tersebut berinisial S alias alias D (Pimpinan Ponpes), WM alias TW (Anak dari Pimpinan Ponpes), dan HM alias AM (Pengajar). Kasus ini mencuat pada Oktober 2024.

Kasus ini terungkap setelah orang tua korban, seorang buruh harian lepas, melaporkan kejadian yang menimpa anaknya.

Tersangka WM diduga melakukan persetubuhan terhadap korban di kamar tidurnya pada pertengahan November 2023 dini hari. Modusnya adalah membangunkan korban yang sedang tidur, menariknya ke kamar, dan melakukan persetubuhan setelah sebelumnya melakukan perbuatan cabul.

Tersangka S, yang juga Ketua Yayasan, diduga melakukan pencabulan terhadap korban di kamar. Sementara tersangka HM diduga melakukan pencabulan di lokasi yang sama pada September 2024 dengan modus serupa, yaitu mencium bibir korban dan memeluknya secara paksa.

Penyidik Polres Lombok Barat Ipda Dhimas Prabowo menjelaskan, dari serangkaian penyelidikan dan pengembangan, termasuk wawancara menguatkan dugaan hingga menetapkan ketiganya menjadi tersangka.

Lombok Tengah: Pimpinan Ponpes Ditetapkan Tersangka Persetubuhan dan Pencabulan

Kasus baru-baru ini  di Lombok Tengah, di mana mana tokoh agama berinisial TQH ditetapkan sebagai tersangka kasus persetubuhan dan pencabulan terhadap tiga santriwati. 

Kasi Humas Polres Lombok Tengah, Iptu Brata Kusnadi, menerangkan bahwa TQH telah diperiksa sebagai tersangka dan ditahan di rutan Polres Lombok Tengah sejak Senin (13/1/2025).

Pendamping korban dari LPA Mataram, Joko Jumadi, juga turut hadir dalam proses tersebut. Dari tiga korban, satu orang mengalami persetubuhan dan dua orang mengalami pencabulan.

Baca juga: Ditahan di Lapas Kuripan, Agus Terdakwa Kasus Pelecehan Seksual Didampingi Sepupu

Kasatreskrim Polres Lombok Tengah, Iptu Luk Luk il Maqnun, menjelaskan kronologi penangkapan tersangka. Awalnya, ayah korban memergoki pelaku sedang melakukan persetubuhan di kamar korban. Rumah korban diketahui tidak jauh dari pondok pesantren.

Setelah dipergoki, pelaku mencoba bernegosiasi dan berjanji akan menikahi korban yang masih berusia 17 tahun, meskipun pelaku sendiri sudah berumah tangga.

Dari keterangan korban, pelecehan serupa pernah terjadi pada tahun 2023 dan sempat diselesaikan secara kekeluargaan, namun keluarga korban kemudian membatalkan kesepakatan tersebut.

Rangkaian kasus ini menyoroti permasalahan serius terkait pelecehan seksual di lingkungan pendidikan, khususnya pondok pesantren, dan menuntut penanganan yang serius dan transparan dari pihak berwenang untuk memberikan keadilan bagi para korban dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved