Korupsi Shelter Tsunami
Ironi Pembangunan Shelter Tsunami di Lombok Utara, Dikorupsi hingga Warga Dalam Bahaya
Gedung shelter tsunami Lombok bukan menjadi tempat aman bagi warga setempat untuk menyelamatkan diri saat gempa 7 SR pada tahun 2018 lalu
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Lebih dari lima kepala keluarga di RT 01 Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Kabupaten Lombok Utara, dalam bayang-bayang bahaya gedung tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami yang kini kondisinya memperihatinkan.
Gedung yang mulai dibangun pada tahun 2014 silam itu kini kondisinya mangkrak, sekelilingnya ditumbuhi rumput liar hampir seluruh bagian dinding hingga tiang rusak parah akibat guncangan gempa pada 2018 lalu.
Sri Wahyuni mengaku setiap hari merasa ketakutan dengan keberadaan gedung tersebut. Betapa tidak sejak selesai dibangun pada 2017 lalu gedung yang menelan anggaran Rp 23,2 miliar tersebut tidak pernah digunakan.
Bahkan gedung yang dihajatkan sebagai tempat evakuasi bila terjadi gempa berkekuatan 9 SR itupun, bukan menjadi tempat aman bagi warga setempat untuk menyelamatkan diri saat gempa 7 SR pada tahun 2018 lalu.
"Takut kita semua ini goyang seperti mau roboh, kita tidak mengungsi disini (shelter tsunami) kita lari ke sawah ada yang lari ke Polsek sana," kata Sri ditemui di rumahnya, Selasa (31/12/2024).
Shelter tsunami tersebut merupakan master plan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), namun pembangunannya mengalami banyak perubahan dari desain awal.
Baca juga: Cerita Warga Sekitar Proyek Shelter Tsunami di Lombok, Bangunan Mangkrak Jadi Sarang Ular
Perubahan desain tersebut dilakukan oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) inisial AN, kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan di tahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama satu tersangka lainnya AH yang merupakan kepala proyek dari PT Waskita Karya.
AN diduga dengan sengaja mengurangi spesifikasi bangunan tersebut tanpa kajian yang bisa dipertanggung jawabkan, proyek tersebut membuat negara mengalami kerugian Rp 18,4 miliar.
Sri mengatakan saban hari gedung beringkat tersebut kerusakannya semakin parah, bahkan beberapa bagian tembok sudah jatuh. Tiang-tiang mulai keropos memperlihatkan besi di dalamnya.
Ia berharap pemerintah memperbaiki bangunan tersebut agar masyarakat tidak merasa takut apalagi saat terjadi gempa, terlebih bangunan tersebut berada ditengah pemukiman.
"Kalau memang tidak diperbaiki, dirobohkan saja ini membahayakan orang-orang yang lewat disini, banyak anak-anak yang lewat juga," kata Sri.
Sri mengatakan saat ini gedung tersebut dimanfaatkan sebagai tempat mengembala sapi dan membuang sampah, tak hanya itu gedung tersebut menjadi tempat bersarangnya binatang buas seperti ular.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.