Korupsi Shelter Tsunami

Fakta Proyek Shelter Tsunami Rp23 Miliar di Lombok, Mangkrak dan Dijadikan Tempat Jemur Pakaian

Pembangunan shelter tsunami ini harusnya bisa dimanfaatkan warga untuk mengungsi saat terjadi bencana gempa, tsunami, atau bencana lainnya. 

|
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
Dok.Haris
Kolase foto yang menunjukkan bangunan shelter tsunami di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara rusak dan mangkrak, bulan Maret 2024. 

AN juga mengurangi tulangan besi yang ada didalam kolom, semula tulangan tersebut berjumlah 48 setelah diubah menjadi 40 tulangan, kemudian mengubah mutu beton.

Jemuran pakaian warga di sekitar gedung shelter tsunami Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, saat tim KPK turun melakukan pengecekan kondisi fisik bangunan, Agustus 2024.
Jemuran pakaian warga di sekitar gedung shelter tsunami Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, saat tim KPK turun melakukan pengecekan kondisi fisik bangunan, Agustus 2024. (TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH)

Selain itu sebelum pengerjaan proyek, DED yang digunakan tersebut tanpa tanda tangan persetujuan dari BPBD. Selain itu, ketua pokja proyek pembangunan shelter tsunami menunjuk PT Waskita Karya yang mengerjakan proyek dengan anggaran Rp 19,6 miliar.

Sementara PT Adi Cipta sebagai konsultan manajamen konstruksi dengan anggaran Rp 497 juta. 

Saat pembangunan dilakukan sempat dilakukan rapat yang dihadiri oleh Kabid Cipta Karya Dinas PUPR NTB.

Dalam berita acara rapat sebetulnya sudah tercium kejanggalan dalam pembangunan shelter tsunami tersebut. Saat itu, kedua tersangka menyadari bahwa gambar yang dibuat tidak layak dijadikan satuan kerja.

Saat dilakukan pemantauan oleh AN, tersangka AH mengatakan kolom ram terlalu panjang sehingga dibutuhkan tambahan kolom struktur dan balok karena dikhawatirkan akan melengkung.

"AH meminta tambahan anggaran, AN sempat terkejut dengan informasi tersebut, sedangkan kondisi sudah menutup tahun untuk pembayaran termin," jelas Asep.

Akibat perbuatannya, kedua tersangka disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagai mana diubah dalam Undang-Undang Nomor 2001 juncto pasal 5 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp 1 miliar.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved