Opini

Selamatkan Suara Rakyat

Apabila ada pelanggaran masif dan nyata-nyata terungkap, maka mesti ada yang bertanggung jawab, sebab merugikan suara rakyat.

Editor: Sirtupillaili
Dok.Istimewa
Mujaddid Muhas, M.A. 

Oleh: Mujaddid Muhas, M.A.
(Penulis Buku "Nalar Pemilu dan Demokrasi" tahun 2011)

Salam Pemilihan Umum (Pemilu) bersih dan bertanggung jawab, mewarnai awal tulisan artikel ini. Dengan garis bawah terminologi bersih dan terminologi bertanggung jawab. Bersih berarti Pemilu yang tidak dicampuri kepentingan-kepentingan politik partisan dalam memengaruhi hasil perolehan pemungutan suara. Biarlah hasil Pemilu sebegitu adanya, hasil yang sesungguhnya. Hasil Pemilu, biarkan apa adanya saja. Bertanggung jawab dimakna sebagai bentuk penerapan pengawasan yang tidak pandang kubu, pengawasan yang tidak partisan. Dalam kata lain, pengawasan pada semua kubu dan pada semua partisan secara bersih dan bertanggung jawab.

Apabila ada pelanggaran masif dan nyata-nyata terungkap, maka mesti ada yang bertanggung jawab, sebab merugikan suara rakyat. Pemungutan suara yang menjadi hak pemilih, telah memutuskan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan secara swakarsa memilih. Sumir rasanya, jika ada "pengalihan-pengalihan" suara rakyat untuk kepentingan kubu dan politik partisan belaka. Secara konstitusional, Pemilu dilaksanakan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber Jurdil).

Untuk berkontribusi bagi sehat segarnya demokrasi serta partisipasi publik sebagai warga negara, maka dipandang perlu menyelamatkan suara rakyat dari beberapa hal krusial, menyongsong pemungutan suara Pemilu 2024. Pertama, para Penyelenggara Pemilu (Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), bertindak tegak, tegas, dan patuh pada regulasi perundang-undangan (UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu) serta regulasi turunan yang diproduksinya sendiri (peraturan dan keputusan), sebagai indikator dari Pemilu yang bersih dan bertanggung jawab.

Kedua, saatnya publik memantau hasil tabulasi berjenjang, baik pada tingkatan TPS, PPS, PPK, KPU kabupaten/kota, KPU provinsi dan KPU pusat sehingga perolehan suara sesuai dengan realita. Ketiga, Penyelenggara Pemilu dari Penyelenggara TPS dan Pengawas TPS, untuk bersikap netral, imparsial, profesional. Suara rakyat harus diselamatkan sebagai pertanggungjawaban publik, serta mengantisipasi adanya penurunan stamina/kesehatan Penyelenggara Pemilu di TPS, agar kematian massal (894 jiwa) pada Pemilu 2019, tidak terulang lagi.

Keempat, saatnya Pemilu tak lagi diintervensi dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan dalam penyelenggaraan Pemilu. Apalagi untuk tujuan mendistorsi penyelenggaraan Pemilu yang Luber dan Jurdil. Kelima, mengimbau kepada seluruh pemilih, untuk berbondong-bondong ke TPS pada tanggal 14 Februari 2024, menggunakan hak pilih sesuai kehendak pemilih dan kembali datang secara sukarela pada saat penghitungan di TPS. Menyaksikan penghitungan suara, sebagai rujukan rakyat pada tiap-tiap TPS. Dengan harapan rangkaian pemungutan suara berlangsung lancar tertib, pelaksanaannya secara Luber Jurdil, menuju Pemilu yang bersih dan bertanggung jawab.

Selancar-lancar pelaksanaan Pemilu, tentu ada saja hambatan atau kendalanya. Selama hambatan dan kendala, tidak menyangkut pelanggaran terhadap regulasi, maka tidak begitu urgen. Terpenting, Penyelenggara Pemilu harus bersikap dan bertindak netral, imparsial dan profesional. Dengan memperhatikan postulat-postulat teknis operasional seperti pertama, mengosongkan kotak suara terlebih dahulu yang dimaklumkan kepada orang-orang yang ada di Tempat Pemungutan Suara (TPS), sebelum dilakukan coblosan. Ini penting, sebab ada sinyalemen beredar, kertas suara coblosan ditaruh sebelum dimulainya waktu pencoblosan. Kedua, pastikan tiap orang setelah menyoblos, ditandai jarinya dengan tinta sesuai ketentuan. Untuk mengantisipasi pemilih ganda atau pemilih yang menyoblos di beberapa TPS.

Ketiga, diharapkan kepada seluruh saksi, stakeholders Pemilu dan para pemilih yang ada di TPS, untuk memotret rekapitulasi penghitungan Model C Hasil Plano, sebagai acuan hasil penghitungan riil di TPS. Keempat, saksi di TPS perlu kiranya memperhatikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) ditambah Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK), jumlahnya harus sama dengan jumlah kertas suara yang digunakan pada TPS tersebut.

Pemilu di Nusa Tenggara Barat (NTB), berdasarkan data KPU NTB yang dilansir media, DPT berjumlah 3.918.291 pemilih, dengan jumlah 16.253 TPS, 22 diantaranya TPS khusus yang tersebar di 10 kabupaten/kota se-NTB. Artinya, dari sisi keberadaan saksi saja bisa berkisar 698.879 orang. Sekumpulan saksi terdiri dari 48.759 orang saksi dari kubu Capres, 292.554 orang saksi dari Parpol, 357.566 orang saksi dari calon DPD RI yang akan ada di seluruh TPS, belum termasuk petugas Penyelenggara Pemilu dan Pemantau Pemilu di TPS. Rerata diperkirakan sekitar 52 orang ada di tiap TPS di NTB, selain pemilih. Terdiri atas tiga orang saksi kubu Capres, 18 orang saksi Parpol, 22 orang saksi Calon DPD RI, tujuh orang penyelenggara Pemilu di TPS dan dua orang perlindungan masyarakat. Jumlah yang cukup signifikan inilah yang akan memonitor penyelenggaraan Pemilu. Mereka hadir mencatat seluruh proses pemungutan suara hingga penghitungan suara selesai.

Banyak pula yang menganjurkan para pemilih untuk secara sukarela datang ke TPS saat penghitungan suara. Menyaksikan penghitungan kemudian memotret dan menginformasikan ke kanal pelaporan hasil Pemilu dari TPS masing-masing, seperti yang terkini dari portal kawalpemilu.org yang pada Pemilu sebelumnya juga berkontribusi positif. Kian banyak partisipasi publik atau kelembagaan yang berkontribusi bagi sehat segarnya demokrasi kian bagus. Selama partisipasi yang dilakukan dapat memperjelas dan memastikan peristiwa yang sesungguhnya.

Pemilu, lazimnya yang menjadi bias kekhawatiran adalah adanya kekaburan informasi dan ketidakpastian akurasinya. Oleh karenanya, valid dan akuratnya informasi, sungguh memberi kejelasan dan kepastian Pemilu dapat berlangsung lancar dan tertib. Estimasinya, sekitar petang hingga malam, hari H pemungutan suara, keadaan sudah begitu hingar bingar. Nyaris semua stakeholder mencari tahu bagaimana konstelasi akhir dari perolehan Pemilu. Menyocokkan, menjumlah dan mendalami informasi yang diperoleh dari TPS-TPS, media, lembaga polling, maupun lembaga resmi penyelenggara Pemilu serta lembaga pemerintahan.

Intinya, pemungutan suara hari itu, menentukan perjalanan demokrasi lima tahunan. Ada yang terpilih, ada pula yang tersisih. Tiap kompetisi memiliki konsekuensinya tersendiri. Karenanya, lembar surat pemberitahuan pemungutan suara kepada pemilih itu penting untuk ditindaklanjuti. Datang ke TPS dan nyoblos kertas suara yang dibagikan di TPS, coblosan sesuai kehendak masing-masing pemilih. Dengan berprinsip, memilihnya berarti menyerahkan urusan politik lima tahunan dipercayakan kepadanya.

Memilih dengan perasaan riang gembira. Mari mengabari keluarga, tetangga dan kolega bahwa nyoblos di TPS itu, penting. Suara coblosan itulah nantinya diakumulasi menjadi sekumpulan suara pilihan rakyat, untuk dihitung berjenjang, serta ditentukan juaranya. Selamatkan Penyelenggara Pemilu yang ada di TPS dari stamina, keragu-raguan dan potensi gangguan intimidasi politik perkubuan/partisan. Negara pasti tetap hadir menyukseskan Pemilu yang Luber Jurdil. Mengingat adagium populer: vox populi vox dei. Terinti, selamatkan suara rakyat.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved