Perjalanan Karier HM Djamaluddin, Cucu Maulana Syaikh Zainuddin: dari Perantauan Kini Pimpin Yayasan

Berikut perjalanan karier HM Djamaluddin, cucu dari Maulana Syaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid. Ia pernah merantau kini pimpin yayasan kakeknya.

TribunLombok.com/Istimewa
Ketua Ketua YPH PPD NWDI HM Djamaluddin - Berikut perjalanan karier HM Djamaluddin, cucu dari Maulana Syaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid. Ia pernah merantau kini pimpin yayasan kakeknya. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - HM Djamaluddin merupakan putra keempat dari pasangan almarhum HM Djalaluddin dan Hj Siti Rauhun Zainuddin Abdul Madjid.

Sejak kecil ia bermukim dan menempuh pendidikan di Mataram. Setelah selesai di SMAN 1 Mataram, ia melanjutkan pendidikan ke Institut Teknologi Bandung (ITB).

Di tengah menempuh pendidikan di ITB, ia mendapat beasiswa untuk kuliah di Monash University, Melbourne, Australia dengan mengambil jurusan electrical and computer system engineering.

Lelaki kelahiran Pancor, 15 November 1973 ini tumbuh di lingkungan sekolah yang jauh dari ketenaran sebagai seorang cucu ulama besar, pendiri organisasi Islam terbesar di NTB.

"Hampir tidak ada perlakuan teman-teman dan guru yang mencolok," ucap Djamaluddin saat menceritakan pengalaman sekolahnya kepada TribunLombok.com, Rabu (16/1/2024).

Baca juga: KPU Lombok Timur Nyatakan Berkas Perbaikan Perindo Lengkap, Djamaluddin Apresiasi Semua Bacaleg

Sampai pada suatu hari saat ia duduk di bangku SMA, ada seorang guru non muslim yang justru menceritakan pada seisi kelas sosok kakeknya. "Kejadian itu sangat berkesan," katanya.

Jangan kira Djamaluddin bersedih karena perlakuan yang biasa itu. Karena belakangan ia menyadari betul, justru hal itulah yang ia inginkan.

Tumbuh tanpa adanya perlakuan yang berbeda sebagai cucu Maulana Syaikh membuatnya lebih mandiri dan bergerak secara alami.

Kembali ke pendidikan, setelah mendapat gelar Bachelor of Engineering di Australia pada tahun 1998, ia tak kembali ke Lombok.

Kendati bekerja di salah satu perusahaan komputer di Jakarta. Beberapa tahun di sana, ia kemudian mendapat tawaran untuk bekerja pada salah satu perusahaan komputer di Korea Selatan.

Tiga tahun di Negeri Ginseng, ia memilih kembali untuk melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Di sana, ia mendapat gelar Magister in Information Technology (M.Kom) pada 2007. Di sana jugalah ia bertemu dengan jodohnya Hj Dukha Yunitasari.

Yang menguatkan langkah Djamaluddin kembali ke Pancor adalah pesan kakeknya Maulana Syaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid.

Baca juga: Djamaluddin Apresiasi Universitas Hamzanwadi Jadi PTS Terbaik di NTB Versi Webometrics

Pesan itu berisi tentang kebebasan untuk memilih keahlian apapun yang ditekuni. "Karena kemampuan dan keahlian itu dibutuhkan untuk mengembangkan NWDI," ingatnya.

Sehari-hari Djamaluddin lebih sering terlihat mengenakan kemeja putih polos, celana hitam, dan kopiah hitam.

Seperti kesederhanaan dalam memilih pakaian, nada bicaranya juga datar, namun terarah.

Ketika bekerja, ia sangat fokus. Sedikit bercanda, namun memiliki selera humor yang tinggi.

Gambaran umum tentangnya itu berbanding lurus dengan bidang yang ia tekuni. Saat bekerja sebagai seorang programmer, ia hanya berhadapan dengan komputer.

Memang sejak duduk di bangku sekolah dasar, ia memiliki ketertarikan dan kemampuan lebih di bidang sains, khususnya matematika.

Dengan segudang pengalaman bekerja sebagai seorang progmmer di luar Lombok, pada tahun 2009 ia kembali memenuhi panggilan keluarga untuk membantu melanjutkan perjuangan organisasi.

Tak lama di Pancor, pada 2013, ia diminta menggantikan kakaknya Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah menjadi Ketua Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darunnahdlatain (YPH PPD) NW Pancor saat itu.

Karena saat itu kakaknya Hj Siti Rohmi Djalilah menjabat sebagai Ketua DPRD Lombok Timur.

Saat pertama kali menerima permintaan itu, ia sempat menolak. Alasannya, karena saat itu ia masih bekerja sebagai seorang programmer di PT Newmont Nusa Tenggara.

Selain itu, memang ia merasa belum siap untuk memimpin yayasan pendidikan organisasi Islam terbesar di NTB.

Namun karena pilihan hanya jatuh padanya, ia mengiyakan dengan kondisi mendapat pendampingan dari pengurus yang sudah berpengalaman.

Djamaluddin menerangkan, puluhan tahun ia telah bekerja sebagai seorang profesional IT programmer.

Menakhodai pekerjaan sebagai profesional tentu sangat jauh berbeda dengan sistem kerja organisasi yang berbasis sosial dan semangat gotong royong. Di sinilah awalnya ia banyak belajar untuk berkompromi.

Baca juga: Universitas Hamzanwadi Buka General English, Djamaluddin Tekankan Pentingnya Praktek

Dan dengan cepat ia mampu beradaptasi. Sampai saat ini, ia terus berupaya dan mengajak generasi muda NWDI untuk meneruskan nilai-nilai perjuangan sang kakek Maulana Syaikh TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid.

Selain itu, impian yang tengah ia perjuangkan saat ini adalah menyetarakan kualitas lembaga pendidikan yang bernaung di bawah yayasan.

Saat ini, amanah di pundak Djamaluddin bertambah. Ia dipercaya sebagai ketua DPD Partai Perindo Lombok Timur yang terbilang sangat jauh dari dunianya.

Tetapi karena dorongan keluarga dan jamaah, amanah tersebut diambilnya sekaligus diminta oleh organisasi NWDI sebagai Caleg Dapil 1 Lombok Timur.

Di tengah kesibukan mengurus yayasan, partai, dan menjadi caleg tak menyurutkan semangatnya belajar mendalami keilmuannya, menuntut ilmu pada jenjang yang lebih tinggi.

Jenjang pendidikan S3 ditempuh lagi pada kampus awal dulu, yakni di Institut Teknologi Bandung fokus pada ilmu komputer. Dan saat ini sudah sampai pada akhir studi, selangkah lagi memasuki ujian akhir atau promosi doktoralnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved