Wartawan Diusir saat Liput Acara Kaesang Pangarep di Lombok, Ketua IJTI NTB Buka Suara

Media dilarang masuk ke dalam ruangan acara, bahkan diancam menggunakan bahasa verbal melalui pengeras suara oleh oknum panitia.

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
Dok.Istimewa
Kolase Ketua IJTI NTB Riadi Sulhi (kiri) dan oknum panitia saat meminta wartawan segera keluar dari ruang pertemuan ketika Ketum PSI Kaesang Pengarep hendak masuk ruangan, Kamis (28/12/2023). 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Sejumlah wartawan diusir saat meliput Kopdawil DPW PSI NTB yang dihadiri ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep, di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (28/12/2023).

Mereka dilarang masuk ke dalam ruangan saat acara berlangsung, bahkan diancam menggunakan bahasa verbal melalui pengeras suara oleh oknum panitia.

Rahmatul Kautsar, jurnalis TvOne Mataram yang menjadi korban menceritakan kronologis kejadian tersebut.

Ia mengatakan, sebelumnya ia dan rekan-rekannya dari media lain, seperti Fitri Rahmawati dari Kompas TV, dan M Awaludin dari Berita Satu TV telah diberitahukan acara digelar tertutup.

Namun, mereka masih diperbolehkan mengambil gambar ketika Kaesang masuk ke dalam ruangan, kemudian diminta untuk keluar.

"Kami terima saja, karena memang sudah ada aturannya. Tapi menjelang Kaesang masuk ruangan, tiba-tiba ada salah satu panitia yang diduga merupakan salah satu caleg asal Lombok Barat, mengumumkan untuk kami awak media meninggalkan ruangan dengan cara yang kasar. Dia bilang kalau kami tidak keluar, dia akan pakai kekerasan. Itu terekam dalam video," ungkap Kautsar.

Baca juga: Kaesang Pangarep Kampanyekan Gibran Rakabuming di NTB, Optimis Raup Kemenangan

Kausar menuturkan, insiden ini terjadi saat Dedi Irawan, salah seorang panitia di depan ribuan kader PSI dalam ruangan meminta awak media segera meninggalkan lokasi acara.

"Yang jelas sudah ada SOP-nya, silahkan sebelum kami menggunakan kekerasan itu saja," ucap Dedi, meminta wartawan keluar.

Bahkan Dedi juga kembali menegaskan agar awak media segera meninggalkan ruangan.

"Sekali lagi kami tidak akan segan-segan biar katanya ada SOP, mohon mohon, terserah, mohon mau dipakai media terserah saya nggak mau tau, tanggung jawab saya masalahnya di sini," tegasnya.

Pria yang juga Caleg ini kembali mengulang dan meminta media segera beranjak.

"Mohon teman-teman media, mohon dengan segala hormat, mohon dengan segala kemanusiaan, kami tidak mau teman-teman media ada di dalam ruangan ini. Terimakasih."

Dari pantauan jurnalis TribunLombok.com di lokasi, rapat Kopdawil DPW PSI NTB tersebut berlangsung tertutup.

Setelah Ketum PSI Kaesang Pangarep tiba di lokasi acara, panitia mengumumkan bahwa pertemuan tersebut tertutup untuk media. Hal tersebut diumumkan melalui pengeras suara.

Bahkan kader atau simpatisan yang tidak memiliki kartu anggota dilarang masuk. Selama pertemuan dilarang merekam, kecuali tim media internal yang sudah disiapkan.

Media diberi kesempatan wawancara dengan Ketum PSI Kaesang Pangarep pada sesi konferensi pers, setelah pertemuan internal.

Wawancara dengan Ketum PSI Kaesang berlangsung usai pertemuan internal.

Terkait insiden tersebut, Ketua PSI NTB Agus Kamarwan yang dikonfirmasi ulang belum memberikan respons.

IJTI NTB Sesalkan Pengusiran

Menanggapi insiden tersebut, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTB Riadis Sulhi buka suara.

Ia menilai, cara-cara kolot seperti itu tidak seharusnya terjadi, apalagi di era keterbukaan seperti saat ini.

Ia menegaskan, bahwa media memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang kedatangan ketua PSI untuk disebar ke masyarakat.

"Seharusnya cara-cara kolot seperti itu tidak perlu terjadi, apalagi di era keterbukaan seperti saat ini. Media kan punya hak untuk mendapatkan informasi tentang kedatangan ketua PSI untuk disebar ke masyarakat," tegas Riadis.

Ia juga menambahkan, jika ada yang melarang, berarti dia tidak paham arti keterbukaan informasi.

Dan jika memang acaranya digelar tertutup, seharusnya panitia bisa menyampaikannya dengan baik, tanpa harus dengan bahasa feodal seperti itu.

"Jika ada yang melarang berarti dia tidak paham arti keterbukaan informasi. Kita menyayangkan caranya begitu, ini tidak boleh terulang, harus menjadi catatan di intern partai," tambah Riadi.

Riadis berharap, PSI sebagai sebuah partai baru harusnya bisa memberikan contoh baik dan santun dalam berinteraksi dengan media.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved