Penderita Cacar Monyet di Indonesia Didominasi Pelaku Seks Sejenis

gejala cacar monyet paling banyak berupa lesi pada kulit (ruam merah, krusta, bernanah) disertai demam

pixabay.com
ilustrasi cacar monyet. gejala cacar monyet paling banyak berupa lesi pada kulit (ruam merah, krusta, bernanah) disertai demam. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Kemenkes mencatat kasus konfirmasi cacar monyet atau monkeypox di Indonesia hingga 26 Oktober 2023 sebanyak 14 kasus.

Sebagian besar dari kasus tersebut dialami oleh laki-laki yang melakukan hubungan seks sejenis.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan karakteristik dari 14 kasus konfirmasi paling banyak berusia 25-29 tahun sebanyak 64 persen sisanya 30 – 39 tahun 36 persen.

Pasien konfirmasi adalah laki-laki dan tertular melalui perilaku seks berisiko.

"12 dilaporkan dari DKI Jakarta dan 2 kasus dari Tangerang. Duabelas kasus diketahui merupakan laki-laki seks dengan sejenis, 1 biseksual, dan 1 heteroseksual," ucapnya, Kamis (26/10/2023) dikutip dari laman resmi Kemenkes.

Baca juga: Penanganan Penularan Cacar Monyet, Isolasi Mandiri seperti Kasus Covid-19

Dia menambahkan, para penderita juga punya penyakit penyerta yakni, 12 di antaranya ODHIV dan di samping itu ada 5 pasien dengan penyakit Sifilis.

Selanjutnya, 13 pasien bergejala dan hanya 1 asimptomatis.

Maxi mengatakan, gejala paling banyak berupa lesi pada kulit (ruam merah, krusta, bernanah) disertai demam atau ada pembengkakan kelenjar, terutama di bagian paha.

Sakit menelan, nyeri tenggorokan, sakit otot, menggigil, badan sakit, kelelahan, mual, bahkan ada yang sampai diare.

“Ini gejala-gejala yang umumnya ada pada penderita Mpox. Tapi yang spesifik untuk membedakan Mpox dengan cacar air adalah adanya limfadenopati atau pembengkakan kelenjar getah bening,” ucap dr. Maxi.

Kemenkes memperkuat surveilans atau penemuan kasus aktif di seluruh fasilitas kesehatan.

Baca juga: 7 Kasus Monkeypox di Indonesia, Kemenkes: Penularan dari Manusia Akibat Perilaku Seks Berisiko

Kemenkes juga bekerja sama dengan komunitas atau relawan untuk menjangkau kelompok-kelompok tertentu untuk bisa melakukan deteksi, terutama mencari kontak erat.

“Kita dalami setiap kasus, langsung kita lakukan penyelidikan epidemiologi dan juga penyiapan laboratorium rujukan,” ucap dr. Maxi.

Sejumlah laboratorium seperti Balai Besar Laboratorium Kesehatan milik Kemenkes mempunyai kemampuan untuk memeriksa Mpox, sehingga Kemenkes tinggal mendistribusikan reagennya.

Kemenkes juga tengah menunggu pemeriksaan whole genome sequencing terhadap kasus konfirmasi Mpox untuk menentukan jenis varian dari Mpox.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved