Berita Lombok Timur

Pasar di Lombok Timur Kumuh dan Rusak Diprotes Pedagang, Dewan Sentil Pemda

Hampir rata-rata pasar di Lombok Timur memiliki kondisi yang sama, satu di antaranya Pasar Pancor yang ada di tengah kota Selong.

Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Atina
TRIBUNLOMBOK.COM/AHMAD WAWAN SUGANDIKA
Kondisi pasar di Lombok Timur yang kumuh, kotor dan rusak karena tidak ada perawatan padahal pedagang tetap membayar retribusi. Kondisi ini mendapatkan sorotan dari anggota DPRD Lotim 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika  

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Atap bocor dengan tiang penyangga yang mulai lapuk, genangan bercampur lumpur di lantai pasar, bau dan sampah yang menumpuk menggambarkan kekumuhan pasar di Lombok Timur.

Hampir rata-rata pasar di Lombok Timur memiliki kondisi yang sama, satu di antaranya Pasar Pancor yang ada di tengah kota Selong.

Kondisi itu dikeluhkan sejumlah pedagang, pasalnya atap lapak pasar tradisional tersebut rusak parah tanpa diperhatikan oleh pihak terkait, yakni Dinas Perdagangan (Disperdag) Lombok Timur.

Ditemui di lokasi pasar, seorang pedagang yang tidak mau disebut namanya, NR mengeluhkan kondisi lapak yang ia tempati.

"Kalau musim hujan bukan bocor lagi tapi kayak hujan karena bocor sana sini," ucap NR menjawab TribunLombok, Rabu (16/8/2023).

Dirinya mengaku jika hujan ia harus pontang panting memindahkan dagangannya. Jika tidak, dagangan yang ia jajakan langsung basah terkena air hujan.

Padahal Ia mengakui tetap membayar biaya retribusi setiap hari.

Baca juga: Yan Mangandar Meminta APH Kaji Ulang dan Proses Lanjut Kasus BBM Ilegal Labuan Haji Lotim

"Apa tidak ada biaya perbaikan dari retribusi yang dipunguti setiap hari. Apa cuma mrngambil keuntungan dari kami para pedagang kecil ini tanpa harus memperhatikan kondisi tempat kami. Kemana hasil retribusi itu," tanyanya.

Kondisi serupa juga terjadi di bagian tengah pasar, tepatnya di lapak pedagang sayuran. Atap penghubung antara pedagang yang satu dan lainnya, hanya berupa atap bocor.

Saat musim kemarau, kondisi atap yang bocor tidak menjadi soal, namun ketika musim hujan maka itu akan merugikan pedagang karena barang dagangan akan basah semua dan tidak laku lagi dijual. 

Fakta lain juga terlihat, banyak kios di pasar tutup lantaran tidak betah dengan kondisi pasar yang kumuh, hingga sepinya pembeli.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lombok Timur, H. Daeng Paelori menyebut kondisi itu bukan hanya saja terjadi di pasar Pancor saja, namun merata di semua pasar yang ada di 21 kecamatan di Lombok Timur.

"Rata di pasar lain juga sama kondisinya, kumuh berbau akibat sampah dari limbah pedagang yang tidak diurus dengan tertib," ungkapnya.

Politisi senior Golkar yang akrab disapa HDP itu menuding, persoalan yang terjadi akibat prasarana pasar seperti tempat buang sampah masih kurang, sehingga masyarakat di sekitar pasar membuang sampah di pinggir-pinggir jalan sekitar pasar. 

"Makanya jangan heran akan terlihat kumuh dan kotor. Coba cek di pasar-pasar itu, ayo mana ada disiapkan kontainer-kontainer sampah disana. Hampir sebagian besar pasar-pasar itu tidak disiapkan," katanya.

Lebih lanjut dia juga menyebut, hal serupa juga bisa dilihat di pasar Paok Motong juga kumuh, padahal lokasinya berada di jalur Provinsi.

"Pasar Paok Motong juga yang lintas provinsi, sampahnya numpuk kayak gitu," ungkapnya.

Kata HDP ada beberapa masalah yang juga bersumber dari pemerintah, seperti persoalan penarikan retribusi pasar yang terus berubah. 

"Kemarin oleh Bapenda, sekarang Dinas Perdagangan, jangan sampai tumpang tindih," tegasnya. 

Jika pun ada pembagian tugas penarikan dan penyewaan lapak, seharusnya yang diberikan tanggung jawab tidak hanya sekedar menarik retribusi para pedagang saja, tetapi juga harus berpikir bagaimana caranya agar fasilitas kebersihan pasar menjadi prioritas utama.

"Itu yang sangat kelihatan di mana-mana pasar kita ini kumuh," sebutnya.

Padahal lanjutnya, jika berbicara retribusi dirinya meyakini masyarakat taat membayar retribusi cuma yang menjadi pertanyaannya dikelola dengan benar atau tidak.

"Seharusnya kontribusi yang diberikan pedagang melalui retribusi yang dipungut petugas itu diimbangi dengan perbaikan tempat mereka," terangnya.

Anggota dewan ini juga menyoroti label pasar modern pasar tradisional yang menurutnya sama saja, karena pembedanya hanya pada fasiltas saja. Seperti pasar Masbagik dan pasar Pancor memiliki fasilitas memadai sehingga terasa refresentatif.

"Percuma kita kasih pasar itu label modern kalau fasilitasnya tidak ada, belum lagi dengan pengelolaan yang amburadul. Kedepan tugas-tugas itu harus dibuat sebagai skala prioritas," terangnya.

Jika kekumuhan pasar dan fasiltas yang tidak seimbang dengan retribusi ini terus berlanjut katanya, maka jangan hera nantinya pedagang tidak mau membayar iuran lagi sebagai pemenuhan kewajiban, karena haknya tidak dipenuhi oleh pemerintah. 

Ia pun meminta kepada penerintah untuk membuka diri atas kritikan masyarakat, sebagai bentuk informasi untuk segera ditanggapi dan ditangani dengan cepat. 

Sisi lain, pemerintah pun bisa mengoptimalkan penarian retirubusi yang diimbangi dengan pemenuhan hak para pedagang. 

"Kalau masyarakat sudah merasa nyaman dengan pasar yang bersih, sarana prasarana, termasuk air semua mendukung, saya kira tidak ada alasan mereka untuk tidak memberikan retribusi pada pemerintah," tutupnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved