Nikah Beda Agama Tak Tercatat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, MUI Apresiasi

UU Perkawinan sangat jelas menggambarkan bahwa perkawinan itu sah jika dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama.

|
Editor: Dion DB Putra
Pixabay
Ilustrasi pernikahan. 

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Oleh karena itu, pengadilan diminta untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan antarumat yang berbeda agama dan kepercayaan.

SEMA No 2 Tahun 2023 turut ditembuskan kepada Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial, para Ketua Kamar MA, serta pejabat eselon 1 di lingkungan MA.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Teguh Setyabudi pun buka suara terkait larangan MA mengabulkan permohonan nikah beda agama tersebut.

Menurut dia, Pasal 35 huruf a UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menjelaskan, pencatatan pernikahan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan pengadilan.

Sementara itu, perkawinan yang ditetapkan pengadilan adalah pernikahan yang dilakukan antarumat berbeda agama dan keyakinan.

"Artinya, perkawinan beda agama tidak dapat dicatatkan, kecuali ada penetapan pengadilan," kata Teguh.

Dengan terbitnya SEMA No 2 Tahun 2023, Teguh menegaskan, Dinas Dukcapil akan tetap berada dalam ranah regulasi, termasuk terhadap pelayanan pencatatan pernikahan.

"Tidak akan pernah ada pencatatan perkawinan beda agama di Dinas Dukcapil sepanjang pengadilan tidak mengabulkan permohonan perkawinan beda agama dan sepanjang tidak ada penetapan pengadilan," ujarnya.

Guru Besar Ilmu Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie menilai, pratik nikah beda agama masih akan ada sekalipun surat edaran MA tentang larangan tersebut telah diterbitkan.

Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyebut bahwa ruang pernikahan beda agama masih tetap tersedia dengan keberadaan Pasal 35 huruf (a) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang dilandasi spirit pemenuhan hak administrasi warga tanpa praktik diskriminatif.

“Realitas ini harus diselesaikan melalui harmonisasi antar-norma di sejumlah peraturan perundang-undangan. Jadi, SEMA saja tidak cukup,” tegasnya.

Karena itu pertentangan antarnorma di UU Perkawinan dan UU Adminduk ini harus diselesaikan dengan melakukan harmonisasi antar-UU. Langkah ini diyakini akan mengakhiri praktik pernikahan beda agama.

Dia menyebutkan dalam praktik lapangan terdapat ambiguitas norma antara hukum pernikahan dan hukum administrasi termasuk putusan hakim terdahulu.

“Ambiguitas ini harus dituntaskan dengan tetap berpegang pada konstitusi yang mengatur soal agama dan HAM yang khas Indonesia,” ujar Tholabi.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved