Pilpres 2024
Pengamat Soal Mimpi Naik Kereta Api: SBY Coba Mengambil Hati Megawati Soekarnoputri
Kunto berpendapat, kicauan SBY tersebut tak bisa sekaligus dimaknai sebagai terbukanya pintu koalisi antara Demokrat dan PDIP.
TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Kicauan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang mimpinya naik kereta api bersama Megawati, Jokowi dan presiden ke-8 dari Stasiun Gambir menuju arah Jateng dan Jatim, memunculkan banyak spekulasi politik.
Sejumlah pengamat dan petinggi Parpol pun mengungkapkan beragam pendapatnya.
Baca juga: SBY Mimpi Naik Kereta Api Bersama Jokowi dan Mega dari Stasiun Gambir ke Jateng dan Jatim
Analis komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo menilai, SBY yang menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Partai Demokrat sedang berupaya mengambil hati Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri lewat kicauannya tentang mimpi naik kereta bersama tersebut.
Menurut Kunto, cuitan tersebut sengaja diunggah SBY berdekatan dengan momentum pertemuan putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan putri Megawati, Puan Maharani.
“Pasti Pak SBY mencari momentum yang pas. Dan komunikasi politik dengan menggunakan mimpi, tafsir mimpi ini memang suatu hal yang sangat efektif untuk Bu Mega,” kata Kunto kepada Kompas.com, Selasa (20/6/2023).
“Jadi Pak SBY memang sangat tahu caranya untuk mengambil hati Bu Mega,” tuturnya.
Namun demikian, Kunto berpendapat, kicauan SBY tersebut tak bisa sekaligus dimaknai sebagai terbukanya pintu koalisi antara Demokrat dan PDIP.
Meski Demokrat dan PDIP belakangan tampak hangat, menurut dia, koalisi kedua partai untuk Pemilu 2024 masih jauh dari jangkauan.
Ketimbang sinyal koalisi, Kunto memandang hal ini sebagai upaya rekonsiliasi mengingat hubungan Demokrat dan PDIP, khususnya SBY dan Mega, memanas selama hampir dua dekade akibat rivalitas politik.
Demokrat dan PDIP dinilai sulit berkoalisi lantaran kedua partai sama-sama telah membentuk kongsinya sendiri untuk Pemilu 2024.
Demokrat bersama NasDem dan PKS membangun Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang rencananya mengusung Anies Baswedan sebagai Capres.
Sedangkan PDIP yang mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai Capres telah mengantongi dukungan dari PPP, Perindo, hingga Hanura.
“Apakah ini bisa diartikan sebagai permintaan atau keinginan untuk berkoalisi? Sah-sah saja diartikan begitu, tapi menurut saya agak melompat logikanya kalau dari Demokrat dan PDIP tiba-tiba berkoalisi sekarang,” ujar Kunto.
Lewat kicauan soal mimpi naik kereta bersama itu, Kunto menilai, SBY ingin mengajak Megawati dan Presiden Jokowi untuk mendukung Pemilu 2024 yang damai, meski masing-masing punya preferensi politik berbeda.
“Lebih ke mengajak elite politik ini untuk berkonsolidasi politik. Walaupun mereka punya jagoannya masing-masing, tapi jangan sampai perpecahan itu akhirnya membuat kita enggak bisa menikmati perjalanan, bahkan enggak sampai ke tujuan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Kunto menyebut, jika saja dalam beberapa waktu ke depan terjadi pertemuan lanjutan antara PDIP dan Demokrat, atau bahkan SBY dan Mega, maka bisa dibilang Presiden ke-6 RI itu berhasil mengambil hati sang Presiden ke-5 RI yang akhirnya “luluh”.
“Kita tunggu saja, dalam 1-3 bulan ke depan bagaimana kelanjutan ‘mimpi’ ini,” tuturnya.
Sementara pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago berpendapat, pertemuan Puan dan AHY dilakukan untuk mulai memulihkan hubungan PDIP dengan Demokrat.
Pangi mengatakan, komunikasi SBY dengan Megawati selama ini dianggap deadlock atau buntu.
"Selama ini, yang dianggap deadlock komunikasi SBY dan Megawati selama ini, AHY dan Puan mencoba memperbaiki hubungan dua partai ini, tentang oase masa depan," ucap Pangi.
Pangi mengatakan, bahasa adik-kakak yang diperlihatkan Puan dan AHY bertujuan menunjukkan hubungan anak presiden yang sekarang seperti saudara.
"Bahasa adik-kakak untuk memperlihatkan panggung sebagai anak presiden yang sekarang seperti saudara, ini salah satu cara atau bagian memperbaiki keadaan masa lalu," katanya.
Menurut Pangi, bahasa seperti itu terkadang dibutuhkan dalam politik. Terlebih, antara PDIP dengan Demokrat yang dianggap kurang akur selama 10 tahun tetakhir.
"Di dalam politik terkadang butuh bahasa-bahasa seperti ini, karena lagi mesra, lagi PDKT tentu harus mengunakan bahasa yang sedikit lebay, namanya aja upaya atau ikhtiar memperbaiki komunikasi politik dua partai ini yang pernah 10 tahun tidak baik, saling menyalahkan dan saling serang," ungkapnya.
Lebih lanjut, katanya, Puan dan AHY ingin mendamaikan masa lalu. Meski demikian, Pangi belum yakin Demokrat akan mengubah arah dukungannya ke Ganjar Pranowo bersana PDIP.
"Apakah koalisi Demokrat dan koalisi PDIP benar-benar akan terwujud, saya enggak yakin koalisi ini akan nyata kalau bergaining position yang ditawarkan ke Demokrat enggak cukup menjanjikan dan harapan basa basi politik semata," kata Pangi.
"Kalau AHY ditawarkan sebagai menteri saya pikir lebih baik AHY berkoalisi dengan koalisi perubahan, kecuali kalau AHY menjadi Cawapres Ganjar, itu baru kongkrit bukan basa basi politik bagi PDIP," pungkasnya. (tribun network)
Ritual Ngalun Aik di Lombok Timur, Cara Unik Warga Desa Aik Dewa Mengatasi Kekeringan |
![]() |
---|
Menkumham Yasonna Laoly Beri Piagam dan Surat Pencatatan Hak Cipta untuk Putri Ariani |
![]() |
---|
Cak Imin Tak Boleh Bicara Pilpres dan Dilarang Bertemu Ketum Parpol Lain, Mengapa? |
![]() |
---|
Perindo Lombok Timur Dorong Pasangan Ganjar Pranowo-TGB di Pilpres 2024, Duet Nasionalis Religius |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.