Kota Mataram Terancam Tak Punya Sawah Lagi, Lahan Pertanian Terus Menyusut

Tahun 2023, berdasarkan laporan penyuluh pertanian yang berada di masing-masing kecamatan di Kota Mataram, luas lahan pertanian hanya 1.472,72 ha.

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/SIRTUPILLAILI
Salah seorang buruh tani di Kota Mataram berjalan usai memetik tanaman kangkung, di kawasan Lingkar Selatan, Kota Mataram, Minggu 16 April 2023. 

Laporan wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Alih fungsi lahan pertanian di Kota Mataram menyebabkan banyak petani kehilangan pekerjaannya.

Persoalan ini menjadi salah satu penyebab kemiskinan ekstrem di Kota Mataram.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura, Dinas Pertanian Kota Mataram Umar Ismail, saat diwawancarai TribunLombok.com, Senin (19/6/2023).

Umar Ismail mengungkapkan, sekitar 25 hektare lahan pertanian di Kota Mataram mengalami penyusutan tahun 2022.

Tahun 2023, berdasarkan laporan penyuluh pertanian yang berada di masing-masing kecamatan di Kota Mataram, luas lahan pertanian hanya 1.472,72 ha.

Umar mengatakan, penyusutan terjadi setiap tahunnya.

Baca juga: Dirut PT AMGM Lalu Ahmad Zaini Diperiksa Kejati NTB, Harta Kekayaannya Rp21,49 Miliar Tanpa Utang

Saat ini penyusutan lahan pertanian terjadi di Kelurahan Sayang-Sayang, sekitar lima hektare untuk pembangunan Sirkuit Tohpati Cakra Utara.

"Nah sekarang ini, yang sudah kejadian yang sudah di depan mata, di Sayang-Sayang di Karang Taliwang yang untuk pembangunan Sirkuit Tohpati 5 hektare," kata Umar.

Dikatakan Umar, alih fungsi lahan untuk pembangunan sirkuit tersebut milik perusahaan, sehingga pemerintah tidak bisa melarang untuk alih fungsi lahan.

Lahan yang digarap petani di Kota Mataram umumnya bukan milik pribadi, sehingga sewaktu waktu lahan tersebut dapat dialih fungsikan oleh pemiliknya.

"Selama inikan petani di Mataram petani penggarap, jadi sewaktu waktu pemilik lahan untuk memanfaatkan lahan, para petani harus mengalah," ungkapnya.

Selain alih fungsi lahan, penyusutan lahan pertanian di Kota Mataram juga disebabkan, banyak petani menjual sawahnya untuk membeli lahan pertanian di daerah lain.

"Misalnya petani menjual tanah satu are di Kota Mataram Rp200 juta, mereka beli di Lombok Barat atau Lombok Utara dengan Rp200 juta dapat satu hektare," jelas Umar.

Hal ini tidak dapat ditahan pemerintah, sehingga Dinas Pertanian terus mensosialisasikan kepada para petani agar tidak melakukan alih fungsi lahan.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved