Keluh Kesah Kontraktor di NTB Garap Proyek APBD, Singgung Sistem Pembayaran Cicil Sejak Tahun 2020

Sejak tahun 2020 silam, proyek pengerjaan fisik yang diperoleh dari program APBD NTB selalu telat dibayar

Penulis: Lalu Helmi | Editor: Wahyu Widiyantoro
ISTIMEWA
Wakil Ketua Kadin Lombok Timur Rahmatullah Jayadi, Senin (27/2/2023). Sejak tahun 2020 silam, proyek pengerjaan fisik yang diperoleh dari program APBD NTB selalu telat dibayar. 

Belum bayar karyawan, belum bayar toko bangunan, kemudian membayar bunga di bank.

"Tapi kalau dengan sistem pembayaran seperti ini selama tiga tahun, bagaimana kami bisa berkembang?

"Sampai saat ini pun, tenaga kami, karyawan dan pekerja kami masih belum kami bayar. Belum lagi kita bicara pinjaman di bank, belum lagi ke toko bangunan.

"Dengan regulasi pembayaran seperti ini dari pemprov, kami dibunuh. Bisa dikatakan pemprov ini telah gagal membina UMKM," katanya.

Dengan kondisi seperti ini, pihaknya mengklaim sudah tidak bicara lagi soal mencari keuntungan.

Sebab, keuntungan tersebut habis hanya untuk membayar bunga bank.

"Indikasinya kegagalannya apa? Kondisi saat ini, ratusan kontraktor pekerjaannya belum dibayar. Angka yang sudah dibayar 25 s.d. 30 persen itu tidak dapat menutupi cost kerja.

"Jadi kalau alasannya karena faktor Covid, ndak bisa lagi digunakan itu sekarang, dulu kan banyak anggaran di refocusing juga. Kalau begini kan, hati nurani pemprov itu di mana?", sambungnya.

Pengurus Gapeksindo Lombok Timur itu pun meminta agar Pemprov NTB segera membayar utangnya kepada pada kontraktor.

Baca juga: KUA dan PPAS APBD NTB 2023 Ditandatangani, Berikut Rinciannya

Minimal ada jawaban pasti kapan pembayaran tersebut akan dilakukan.

"Kami minta segera dibayar, harus dibayar dan jangan dicicil. Sampai sekarang ini kami belum mendapatkan informasi yang valid. Awal tahun 2023 kami sempat ada angin segar, akan dibayar awal Februari. Sampai sekarang buktinya belum ada," jelasnya.

Pihaknya mengklaim, Pemprov NTB berutang dengan kisaran Rp 1-5 miliar kepada setiap kontraktor.

Rahmatullah Jayadi menambahkan, baru pada kepemimpinan Zul-Rohmi ini ia menemukan sistem pembayaran yang selalu telat seperti ini.

Sebelumnya, saat zaman Tuan Guru Bajang menjadi Gubernur NTB, pembayaran proyek kepada para rekanan selalu lancar. Tak pernah menjadi utang.

"Kami minta kepastian, banyak hak orang yang harus kami tunaikan. Harus ada jawaban kongkret," jelasnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved