Apa Itu Diffuse Axonal Injury?
Diffuse axonal injury (DAI) merupakan cedera otak traumatis (TBI) yang diakibatkan oleh cedera tumpul pada otak
Oleh Dr. dr. Rohadi Sp.BS. Subsp.N-Onk (K)
Belum lama ini terjadi kasus pemukulan terhadap korban David anak dari pengurus PP Anshor oleh pelaku Dandy anak Eks Pejabat DITJEN Pajak KEMENKEU. Akibat dari pemukulan dan penganiayaan ini korban mengalami cedera serius.
Cedera yang dialami adalah cedera otak serius yang mengakibatkan korban koma dan dalam perawatan intensif di rumah sakit.
Berbagai sumber di media sosial dan lain-lain menyebutkan korban mengalami Diffuse Axonal Injury (DAI).
Sebagai seorang ahli bedah saraf saya akan menjelaskan tentang Diffuse Axonal Injury.
Penjelasana tentang Diffuse Axonal Injury bertujuan untuk menjelaskan kepada masyarakat awam apa dan bagaimana DAI itu.
Cedera otak penyumbang tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada semua rentang usia.
Sebuah studi menunjukkan bahwa dalam 30 tahun terakhir, belum ada penurunan angka morbiditas maupun mortalitas pada cedera otak berat.
Insiden cedera otak terus meningkat di negara berkembang dan memicu kerugian finansial akibat berkurangnya penduduk usia produktif.
Cedera otak dapat memberikan efek iskemia, hipoksia, maupun kenaikan tekanan intrakranial.
Cedera otak traumatik adalah kasus yang banyak terjadi dan menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia.
Diffuse Axonal Injury (DAI) termasuk dalam klasifikasi cedera otak. Diffuse axonal injury (DAI) merupakan cedera otak traumatis (TBI) yang diakibatkan oleh cedera tumpul pada otak.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan bahwa lebih dari 1,5 juta kasus cedera otak traumatis terlaporkan setiap tahun di Amerika Serikat.
DAI memengaruhi white matter di otak. Secara klinis, DAI menunjukkan adanya disfungsi neurologis.
DAI dikategorikan sebagai cedera otak yang berat dengan GCS (Glasgow Coma Scale) kurang dari 8.
DAI itu sendiri merupakan suatu diagnosa klinis yang sering dipakai jika tingkat kesadaran yang dinilai kurang dari 8 dengan tanpa adanya kelainan dari hasil radiologis CT scan.
Studi epidemiologis menunjukkan adanya peningkatan insiden cedera otak di negara berkembang.
Di India, insidensi cedera otak jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju seperti AS, Inggris, atau Jepang.
Persentase jumlah kejadian cedera otak pediatri adalah 25 hingga 30 persen dari semua korban cedera otak.
Tingginya angka mortalitas dan morbiditas karena cedera otak menelan biaya lebih dari 5.000 miliar dolar AS per tahunnya, belum termasuk biaya rehabilitasi.
Insden dari DAI sampai saat ini masih belum diketahui namun diperkirakan 10 persen pasien dengan cedera otak traumatic mengalami DAI.
Penyebab tersering DAI meliputi kecelakaan bermotor dan juga benturan yang keras pada daerah kepala selain dari kecelakaan bermotor.
Mekanisme terjadinya DAI adalah adanya gaya akselerasi dan deselerasi yang menyebabkan gaya shearing force atau gaya geser pada substansia alba dan grisea dari otak.
Substansia alba dari otak terdiri dari axon dan tractus-traktus penting dalam otak. Pada pemeriksaan mikroskopis pasien dengan DAI akan terlihat kerusakan dari axon otak,korpus kalosum dan batang otak.
Akibat primer dari DAI menyebabkan diskoneksi atau malfungsi dari interkoneksi neuron.
Hal ini mempengaruhi banyak area fungsional otak. Pasien dengan DAI tampak dengan deficit neurologis bilateral yang sering mempengaruhi white matter dari area frontal dan temporal, korpus kalosum dan batang otak.
Klasifikasi DAI menurut klasifikasi ADAM berdasar patofisiologi lesi dari white matter dan manifestasi klinis yang muncul.
Klasifikasi ADAM
• Grade 1: DAI ringan dengan kerusakan white matter di korteks serebri,korpus kalosum dan batang otak secara mikroskopis.
• Grade 2: DAI sedang dengan lesi fokal pada korpus kalosum
• Grade 3: DAI berat dengan temuan seperti grade 2 dengan lesi fokal pada batang otak.
Diffuse Axonal Injury merupakan suatu diagnose klinis. Dikatakan suatu DAI jika GCS pasien kurang dari 8 lebih 6 jam.
Manifestasi klinis pasien dengan DAI tergantung dengan beratnya cedera axonal yang terjadi. Sebagai contoh gejala ringan yang muncul adalah nyeri kepala, kebingungan, mual muntah dan tampak lelah.
Namun jika pasien dengan DAI derajat berat klinis yang didapatkan berupa penurunan kesadaran dan bisa sampai vegetative state.
Sejumlah kecil dari DAI derajat berat ada yang kembali pulih sadar pada tahun pertama setelah cedera.
Penegakan diagnosa secara definitif dari DAI adalah pemeriksaan Patologi Anatomi post mortem.
Namun juga DAI ditegakkan berdasar gejala klinis dan radiografi berupa CT scan atau MRI.
Dimana pasien dengan penurunan kesadaran dengan GCS kurang dari 8 lebih dari 6 jam dengan tidak ditemukan kelainan yang berat pada CT Scan kepala yang menjadi penyebab rendahnya GCS yang ditemukan pada pasien.
Secara radiologi dengan CT Scan kepala ditemukan perdarahan kecil (punctate) pada white matter bisa menjadi indikasi suatu DAI secara radiologis.
Dengan kemajuan teknologi pemeriksaan Magnetic Resonace Imaging (MRI) khususnya diffuse tensor imaging (DTI) bisa menegakkan diagnose dari suatu DAI. Laporan terbaru menyarankan acute gradient-recalled echo (GRD) MRI mampu mendeteksi DAI grade 3, pemeriksaan ini bisa menjadi alat diagnostic yang bagus untuk DAI.
Tatalaksana pasien dengan DAI adalah mencegah cedera otak sekunder dan segera diberikan penanganan rehabilitasi medik.
Cedera otak sekunder akibat suatu trauma kepala dapat meningkatkan mortalitas dari pasien.
Apa saja cedera otak sekunder yang harus dicegah meliputi hipotensi,hipoksia,edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tatalaksana prioritas pada cedera otak traumatik berfokus pada resusitasi, stabilisasi hemodinamik.
Monitoring tekanan intrakranial diindikasikan pada pasien dengan GCS dibawah 8 dan harus dengan pengawasan dan konsultasi seorang ahli bedah saraf.
Oksigenasi yang baik, pemberian anti nyeri yang optimal juga menjadi hal penting dalam penanganan cedera otak berat.
Secara lengkap tujuan dari tatalaksana pasien dengan DAI adalah terapi suportif dan mencegah cedera otak sekunder yang bisa mengancam nyawa.
Pada akhirnya, mejadi sebuah pembelajaran bahwa cedera otak tidak boleh dianggap ringan dan tidak berbahaya.
Pencegahan dengan patuh terhadap undang-undang yang telah dibuat negara demi kemaslahatan warga negaranya adalah langkap tepat.
Pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan diberikan sesuai bukti yang didapat dan sesuai hasil sidang pengadilan yang adil.
Dr. dr. Rohadi Sp.BS. Subsp.N-Onk (K) adalah Wakil dekan 3 Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, Ketua IDI Wilayah NTB, RSUD Provinsi NTB
Link Pengumuman Hasil Seleksi Calon Dai Muda Kemenag 2025 |
![]() |
---|
Fans Manchester United Dilarang Cetak Nama Ronaldo, Beckham, dan Cantona di Jersey Resmi 2025/26 |
![]() |
---|
Patah Tangan dan Dirawat di Rumah Sakit, David Beckham Tampil Lemah di Foto Unggahan Victoria |
![]() |
---|
Pahlawan Barcelona David Villa Ngaku Kesal Saat Diminta Membandingkan Lamine Yamal dan Lionel Messi |
![]() |
---|
Sambut Fornas ke-8 di NTB, 48 Atlet DKKI Ikuti Forda Pertama |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.