P3MI Nilai Usulan Gubernur NTB Agar Pekerja Migran Bawa Keluarga Tak Realistis

Keinginan Gubernur NTB Zulkieflimansyah menyetop pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) bila tidak membawa keluarganya dianggap tidak realistis.

Penulis: Lalu Helmi | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM/LALU HELMI
H Edy Sofyan, pemilik Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) PT Cipta Rizki Utama 

Selanjutnya, perusahaan penempatan juga tidak memiliki kewenangan memberikan ruang bagi keluarga pekerja.

“Jangankan keluarganya, pekerja saja begitu lama prosesnya baru perusahaan di Malaysia dapat kuota mendatangkan PMI ke ladangnya."

"Proses imigrasi di Malaysia saat ini semakin ketat, jangan samakan seperti pindah penduduk di dalam satu negara,” ujarnya.

Selain karena alasan pekerja dan perusahaan, warga di Malaysia juga pasti akan bereaksi keras atas rencana itu.

Mereka tidak ingin kedatangan PMI dan keluarganya berakibat pada menyempitnya lahan pemukiman dan kehidupan tata sosial di sana.

“Bandingkan saja dengan kita, bagaimana reaksi kita melihat pekerja asal China datang ke Indonesia, terjadi gelombang protes di mana-mana, itu baru pekerjanya."

"Apalagi kalau sampai mereka juga datang ke Indonesia bawa keluarganya, mereka pasti beraksi keras, saya kira begitu juga di Malaysia,” ujarnya.

Situasi dan reaksi berlebihan warga Malaysia dapat membuat PMI tidak merasa aman dan nyaman selama bekerja.

Hal inilah yang juga menjadi alasan, mudarat membawa keluarga PMI ke Malaysia lebih besar daripada manfaatnya.

“Kalau pak Gubernur melihat banyak masalah keluarga muncul karena ayahnya pergi ke Malaysia, saya pastikan itu dialami oleh PMI ilegal,” ujarnya.

Edy Sopian mencontohkan bagaimana sulitnya para PMI ilegal mengirim uang untuk keluarganya ke tanah air.

Mereka harus pergi ke kota dan ke pelayanan resmi untuk mendapatkan pelayanan tersebut.

“Tapi kalau pergi ke kota mereka bisa ditangkap aparat di sana karena ilegal, jadi wajar kalau akhirnya keluarga muncul masalah. Suaminya tidak pernah memberi nafkah, selama bertahun-tahun,” ujarnya.

Tapi untuk PMI yang resmi, dipastikan hal itu tidak terjadi.

“Bagaimana mau ada masalah, suaminya secara rutin mengirim Rp4-5 juta per bulan bahkan bisa lebih dari itu, selama saya menangani pengiriman PMI ke perusahaan Sime Darby hal seperti itu tidak pernah terjadi,” tekannya.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved