Berita Komunitas

Serikat SINDIKASI Kecam Perppu Cipta Kerja, Sarat Kepentingan Penguasa dan Pengusaha

Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi atau SINDIKASI merilis kritik terhadap Perppu Cipta Kerja.

Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Serikat SINDIKASI Kecam Perppu Cipta Kerja, Sarat Kepentingan Penguasa dan Pengusaha - Dua orang aktivis lingkungan melakukan repling dari Flyover Pasupati sambil membentangkan spanduk saat melakukan unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di kawasan Taman Cikapayang, Jalan Ir H Djuanda, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (26/10/2020). 

TRIBUNLOMBOK.COM - Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi atau SINDIKASI merilis kritik terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja.

Menurut Serikat SINDIKASI, Perppu Cipta Kerja tidak berpihak pada pekerja.

SINDIKASI mengecam dan terutama menolak keras Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja karena dinilai mencederai konstitusi serta demokrasi hingga berpotensi kuat menyengsarakan pekerja.

"Secara substansi, Perppu CIpta Kerja pada dasarnya hanya mengadopsi Undang-undang Cipta Kerja yang selama ini ditolak SINDIKASI," ujar Nur Aini, Ketua SINDIKASi melalui keterangan tertulis.

Baca juga: Ini Poin-poin RKUHP yang Dianggap Bermasalah, Lengkap dengan Penjelasannya

Nur Aini mengatakan, UU Cipta Kerja telah melucuti sejumlah perlindungan dan hak pekerja untuk hidup layak.

Di antaranya dengan memperpanjang jam kerja termasuk waktu lembur, memperpanjang status kontrak dan mengurangi perhitungan pesangon.

"Perppu Ciptaker yang sarat kepentingan penguasa dan pengusaha itu semakin meneguhkan ketiadaan perlindungan bagi pekerja," sambungnya.

Diketahui, Perppu Cipta Kerja terbit setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan Undang-undang Omnibus Law Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan cacat formil pada 2021.

Baca juga: Mahfud Janji Perbaikan Secepatnya, Revisi UU Cipta Kerja tak Pengaruhi Investasi

Berdasarkan putusan tersebut, MK mengamanatkan UU Cipta Kerja harus direvisi paling lama dua tahun sejak jatuhnya keputusan atau sebelum 25 November 2023.

"Publik berhak bertanya bagaimana mungkin peraturan pelaksanaan undang-undang dilaksanakan, tanpa ada undang-undangnya."

"Hal itu jelas memberikan ketidakpastian hukum bagi pekerja yang selama ini berhadapan dengan kasus pelanggaran hak ketenagakerjaan," ujar Nur Aini.

Seperti diberitakan, pemerintah beralasan, penerbitan Perppu Ciptaker dilakukan untuk merespons krisis global yang dianggap mendesak.

Namun menurut SINDIKASI, alasan itu tak relevan dengan kondisi ekonomi Indonesia pada 2022 yang masih resilien dan kuat dengan potensi pertumbuhan 5,3 persen.

Atas terbitnya Perppu No 2 tahun 22 tentang Cipta Kerja, Sindikasi menuntut:

1. Cabut dan batalkan Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved