Nahdlatul Wathan
Sejarah Nahdlatul Wathan dan Jejak Perjuangan Maulana Syekh TGKH Muhammad Zanuddin Abdul Madjid
TGKH Muhammad Zanuddin Abdul Madjid memulai dakwahnya di Lombok usai menuntut ilmu di Makkah. Sebelum NW lahir dia mendirikan pesantren Al-Mujahidin.
Selanjutnya, pesantren ini berkembang menjadi Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) yang memiliki arti gerakan kebangsaan.
Madrasah NWDI didirikan tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 Hijriah/22 Agustus 1937 Masehi.
Enam tahun kemudian TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid muda mendirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) yang berarti gerakan kaum perempuan.
Madrasah NBDI berdiri tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 Hijriah/21 April 1943 Masehi, di Pancor Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Muhammad Zainuddin muda cepat mendapatkan pengaruh di masyarakat, dengan kemampuan dan moralitas yang ditunjukkan.
Masyarakat Pancor mempercayaikannya sebagai imam dan khatib salat Jumat di Masjid Jami’ Pancor.
Sosok Muhammad Zainuddin sebagai anak muda alim yang memiliki integritas, keilmuan, serta perjuangan yang dilakukan membuat masyarakat memberikannya gelar dengan sebutan Tuan Guru Bajang (TGB) yang artinya tuan guru muda.
Pada akhirnya seiring perjalanan waktu dipanggil dengan sebutan Maulana Syekh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Masyarakat memintanya memberikan pengajian di Masjid Jami’ Pancor secara rutin.
Pengajian ini dihadiri masyarakat luas, bahkan para tuan guru, seperti Tuan Guru Haji Abu Bakar Sakra, Abu Atikah, TGH Azhar Rumbuk, Raden TGH Ibrahim Sakra, bahkan TGH Syarafuddin Pancor yang pernah mengajarnya selalu hadir dalam pengajian.
Umat Islam dari luar daerah, salah satunya yang dikenal adalah Haji Ahmad Jemberana dari Bali.
Kitab–kitab yang dikaji dalam pengajian tersebut adalah kitab Minhâj ath-Thâlibîn, Jam’al-Jawâmi’, Qathr an-Nada’, Tafsîr al-Jalâlain serta kitab–kitab fiqih dan tafsir yang lain.
Permohonan pengajian–pengajian umum di berbagai pelosok daerah Lombok berdatangan.
Sebanyak 14 masjid sebagai tempat pengajian umum, antara lain Masjid Jami’ Pancor, Masbagik, Sikur, Terara, Aikmel, Kalijaga, Wanasaba, Tanjung Teros, Sakra, Gerumus, Pringga Jurang, Kopang, Mantang, Praya dan lainnya.
Bahkan sejumlah tempat yang tidak bisa dihadiri TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid karena keterbatasan waktu.