Berita Bima
Tolak RUU Omnibus Law Kesehatan, Puluhan Dokter di Kota Bima Turun ke Jalan
IDI Kota Bima menilai pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan dinilai sangat tidak transparan karena tidak melibatkan pihak terkait dan masyarakat
Penulis: Atina | Editor: Wahyu Widiyantoro
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Puluhan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Bima turun ke jalan menggelar aksi damai.
Puluhan dokter ini menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan yang saat ini sedang digodok DPRD dan pemerintah.
Aksi damai ini mengusung sejumlah aspirasi dan dipimpin langsung oleh dr H M Ali Sp.PD, pada Senin (28/11/2022).
Dalam pernyataan sikapnya, IDI Kota Bima menyatakan penolakan terhadap pengesahan RUU Omnibus Law Kesehatan sebagai Undang-Undang (UU) Kesehatan.
Baca juga: Gubernur NTB Tolak Berlakunya UU Omnibus Law, Sampaikan Usulan Lewat Menteri Sekretaris Negara
Kemudian, mengimbau kepada seluruh stakeholder baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif untuk membatalkan rencana pengesahan RUU tersebut.
Mengajak seluruh organisasi profesi kesehatan, serta seluruh rakyat Indonesia, untuk menolak RUU Omnibus Law Kesehatan.
Terakhir, menolak seluruh kebijakan yang memiliki muatan kapitalisasi dan liberalisasi dunia kesehatan, yang mengancam nila-nilai luhur profesi kesehatan dan membahayakan rakyat dan bangsa.
dr Ali menjelaskan, RUU Omnibus Law Kesehatan lahir dari paradigma kapitalisasi dan liberalisasi bidang kesehatan.
RUU tersebut memuat langkah-langkah sistematis, dalam membuka persaingan bebas, dengan tenaga kesehatan dari luar negeri, sebagaimana yang terjadi sebelumnya di sektor ekonomi.
Selain itu, pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan dinilai sangat tidak transparan karena tidak melibatkan pihak terkait dan masyarakat.
Penyusunan RUU yang berpotensi menghapus banyak bagian UU yang sudah ada tersebut
Tiba-tiba ada tanpa adanya evaluasi dan pembahasan publik mengenai UU sebelumnya.
Seperti penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) profesi, tidak lagi melibatkan organisasi profesi dan akan diberlakukan seumur hidup.
Hal tersebut kata dr Ali, membuat tidak adanya kontrol dan pengawasan dari organisasi profesi terhadap praktek-praktek yang dilakukan.
Baca juga: Ketentuan Pidana dalam Hukum Kesehatan di Indonesia
