Mori Hanafi Ungkap 'Siasat' di Balik Penyusunan APBD NTB 2023, Minta Sektor Belanja Daerah Dirinci
Dalam rapat paripurna yang digelar Rabu siang, anggota DPRD NTB Mori Hanafi mengajukan interupsi sesaat sebelum dilakukannya penandatanganan.
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Maria Sorenada Garudea Prabawati
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) APBD NTB tahun anggaran 2023 telah ditandatangani pada Rabu, (16/11/2021).
Dalam rapat paripurna yang digelar Rabu siang, anggota DPRD NTB Mori Hanafi mengajukan interupsi sesaat sebelum dilakukannya penandatanganan.
Namun, interupsi yang dilayangkan oleh Mori Hanafi ditolak pimpinan sidang yang juga Ketua DPRD NTB Hj Baiq Isvie Rupaeda.
Bahkan, saat Mori Hanafi menyampaikan argumentasinya, Isvie sempat mematikan mic milik Mori.
Akibatbya, Mori pun tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangannya dalam rapat paripurna tersebut.
Baca juga: KUA dan PPAS APBD NTB 2023 Ditandatangani, Berikut Rinciannya
Rapat paripurna pun dilanjutkan dengan agenda penandatanganan nota kesepahaman KUA PPAS ABPD NTB TA 2023.
Adapun, pendapatan daerah tahun anggaran 2023 direncanakan sebesar 5,964 triliun rupiah lebih.
Terjadi peningkatan sebesar 5,48 persen dibandingkan dengan apbd-p 2022 sebesar 5,655 triliun rupiah lebih.
Sementara untuk belanja daerah tahun anggaran 2023 direncanakan sebesar 5.991 triliun rupiah lebih.
Berkurang 309 miliar rupiah lebih dari anggaran pada APBD perubahan 2022 sejumlah 6,301 triliun rupiah lebih.
Selanjutnya, untuk komponen pembiayaan daerah, dalam rancangan KUA dan PPAS tahun 2023 terdapat defisit anggaran sebesar 27 miliar rupiah.
Defisit ini ditutupi dari pembiayaan netto sebesar 27 miliar rupiah.
Pembiayaan netto bersumber dari penerimaan pembiayaan dari silpa sebesar 50 miliar rupiah dikurangi dengan pengeluaran pembiayaan berupa pembayaran pokok hutang sebesar 23 miliar rupiah.
Ditemui pasca-paripurna, Mori Hanafi mengaku kecewa atas sikap pimpinan yang tidak memberikan dirinya ruang untuk menyampaikan pendapat.