Intensitas Hujan Tinggi Penyebab Banjir dan Longsor Desa Malaka Lombok Utara

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB menjelaskan penyebab banjir di Desa Malaka, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.

Penulis: Lalu Helmi | Editor: Sirtupillaili
Dok. Diskominfotik NTB
Julmansyah, kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Banjir dan longsor menerjang kawasan Desa Malaka, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Minggu (16/10/2022).

Lokasi terdampak limpasan dan longsor meliputi Desa Malaka pada wilayah Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.

Di mana terjadi pada 5 (lima) wilayah DAS, yaitu DAS Malimbu (554,89 Ha), DAS Nipah (354,32 Ha), DAS Koloh Pandanan (423,7 Ha), DAS Mentigi (137,1 Ha) dan DAS Teluk Nara (270,31 Ha) dengan luas total mencapai 1.739 Ha.

Hasil analisis tim spasial yang dikomandoi Dinas Lingkungan Hidup dan Khutanan (DLHK) NTB menyebutkan dugaan penyebab limpasan dan longsor dipicu akumulasi curah hujan tinggi pada tanggal 14-16 Oktober 2022 di wilayah Kecamatan Pemenang terutama bagian hulu hingga tengah dari 5 DAS di wilayah Desa Malaka.

Menyebabkan luapan air dari tebing khususnya kanan-kiri sungai dan jalan.

Baca juga: Dinas LHK NTB Gencarkan Program Zero Waste dengan Memberdayakan Hero Lokal di Setiap Desa

"Kondisi topografi pada DTA pemasok air banjir limpasan didominasi oleh lereng miring s/d sangat curam dibagian hulu dengan Tipologi ke lima DAS tersebut memanjang dengan DAS ukuran kecil (dibawah 1000 ha)," kata Kepala Dinas LHK NTB Julmansyah pada Kamis, (20/10/2022).

Daerah terdampak terutama yang berada dekat / tepat di kanan kiri sungai.

Kapasitas aliran sungai, kata Julmansyah tidak mampu menampung debit limpasan banjir sesaat walaupun tidak terlalu besar.

DAS Malimbu memiliki luas 554,890 Ha dengan kapasitas tampung (pengaliran) 18,965 (m3/dt) sementara debit bajir 21,761 (m3/dt). Sedangkan DAS Nipah memiliki luas 354,320 Ha dengan kapasitas tampung (pengaliran) 12,238 (m3/dt) sementara debit bajir 16,398 (m3/dt).

Artinya, debit puncak banjir melebihi kapasitas pengaliran yang ada.

Jenis tanah di daerah terdampak merupakan jenis tanah komplek Litosol dengan sifat kedalaman tanah dangkal, sangat kurang dalam unsur hara (tanaman sulit tumbuh), tekstur liat mudah tererosi dengan kondisi batuan merupakan komplek batuan muda yang masih mudah tererosi (atau terlepas).

Pihaknya memberikan sejumlah rekomendasi seperti penerapan teknik konservasi tanah dan air pada lahan miring yang telah digunakan untuk pertanian.

Penanaman (penghijauan) dan atau reboisasi pada daerah fungsi lindung di dalam maupun luar kawasan dengan menggunkan pola Agroforestri dan mengoptimalkan tanaman bawah tegakan selain tanaman semusim.

Pembuatan bangunan KTA untuk mengurangi laju erosi dan sedimen pada titik tertentu.

"Dan peningkatan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya kondisi lingkungan hutan sebagai penyangga ekosistem dan air, terutama bersama tokoh masyarakat dan lembaga adat," jelasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved