Berita Kota Bima
Pinjam Bendera Modus Korupsi, Somasi NTB: Pemerintah Patut Diduga Terlibat
Ini diungkap Direktur Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI) NTB, Dwi Ariesanto saat dihubungi wartawan via ponsel.
Penulis: Atina | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Pemerintah patut diduga terlibat, jika ada temuan Korupsi, Kolusi, Nepotisme atau pencucian uang dalam pengerjaan sebuah proyek.
Selain itu, kepala daerah sebagai pucuk pimpinan tertinggi menjadi pihak yang turut bertanggungjawab.
Ini diungkap Direktur Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI) NTB, Dwi Ariesanto saat dihubungi wartawan via ponsel.
Patut diduganya pemerintah terlibat, karena adanya dugaan pembiaran oleh pemerintah atas praktek pinjam meminjam perusahaan atau yang biasa disebut pinjam bendera.
Baca juga: BREAKING NEWS - Diduga Korupsi, Seorang Kepala Dinas di Kota Mataram Diperiksa Polresta Mataram

"Kalau sampai berulang, lebih dari satu atau dua kali praktek itu berjalan."
"Apalagi sampai selama bertahun-tahun, ya itu pembiaran. Patut diduga pemerintah terlibat juga," kata Aries, Rabu (12/10/2022).
Dengan kewenangan yang dimiliki, pemerintah bisa mencegah terjadinya praktek pinjam bendera yang tidak sah dalam pengerjaan sebuah proyek.
Seperti jelas Aries, etika tender sudah dilakukan dan ditemukan proyek dikerjakan orang lain, maka pemerintah bisa hentikan dengan kewenangan ada pengawasan yang dimiliki.
Baca juga: Kejaksaan Tinggi NTB Tahan Dua Tersangka Kasus Korupsi KUR Pertanian Lombok Timur
"Pasti terlihat kok siapa yang tender dan siapa yang kerjakan. Itu kalau benar dilakukan pengawasan lo ya."
"NTB ini kecil loh, hanya untuk tahu klasifikasi perusahaan yang memenuhi standar atau tidak, itu mudah," kata Aries.
Praktek pinjam bendera, apalagi tanpa ada dasar yang jelas sangat berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme.
Misalnya, terjadi pengurangan pekerjaan karena uang atau nilai proyek yang tadinya 100 persen, bisa hanya setengahnya karena dibagi lagi dengan pihak lain.
Biasanya, untuk menutupi kekurangan itu maka kontraktor atau pihak ketiga akan mengurangi kwalitas pekerjaannya.
"Apalagi kalau ada kejadian, pihak ketiga justeru ga ada dapat sama sekali. Ini kan aneh?" kata Aries lagi dengan nada tanya.
Jika pun harus menelisik klausul kontrak, maka pasti ada poin yang mengatakan jika pekerjaan tidak boleh dipindah tangankan.
Apabila itu terjadi lanjutnya, akan menjadi wanprestasi hingga pidana.
Fakta ada lebih dari satu pekerjaan paket proyek menggunakan praktek pinjam bendera, menunjukkan pengawasan pemerintah yang lemah.
Lalu bagaimana dengan posisi kepala daerah sebagai pimpinan tertinggi?
Menurut Aries, meski secara teknis yang mengatur soal pengadaan barang dan jasa tersebut adalah LPSE, tapi kepala daerah jelas memiliki kewenangan penuh untuk mengawasi.
"Sebagai pucuk pimpinan, dia (kepala daerah) tidak bisa katakan tidak tahu menahu," tegasnya.
Bagaimana pun, yang ada dalam pemerintahan adalah anak buah kepala daerah yang secara sadar menempatkan orang pada posisi tertentu.
Apakah orang itu amanah atau tidak, menjaga visi misi kerja kepala daerah selama menjabat, hingga pencapaian-pencapaian pasti diukur.
"Ketika nanti, anggaplah ada tipikor. Tentu saja kepala daerah menjadi orang yang bertanggungjawab. Apalagi itemnya banyak selama bertahun-tahun, hampir sepanjang kepemimpinannya," pungkas Aries. (*)