Kasus Korupsi NTB
Sejumlah Kontraktor Mulai Diperiksa KPK, Pemkot Bima Tiba-Tiba Jelaskan Praktek 'Pinjem Bendera'
pemeriksaan puluhan kontraktor asal Kota Bima oleh KPK, di gedung BPKP Mataram.
Penulis: Atina | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - Pemerintah Kota Bima, tiba-tiba mengeluarkan telaah dan penjelasan hukum, terkait praktek 'pinjam bendera' dalam pengerjaan proyek di Kota Bima.
Telaah ini keluar, bersamaan dengan jadwal pemeriksaan puluhan kontraktor asal Kota Bima oleh KPK, di gedung BPKP Mataram.
Pinjam bendera atau pinjam perusahaan, disebut-sebut menjadi pemicu kenapa puluhan kontraktor diperiksa KPK.
Pasalnya, praktek tersebut diduga berkaitan erat dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri Sebut Keluarga Berperan Penting Mencegah Korupsi
Bahkan terbaru, disebut-sebut ada praktek Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) akibat pinjam meminjam perusahaan tersebut, untuk pekerjaan proyek bernilai fantastis.
Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, pada Selasa (11/10/2022) tiba-tiba merilis telaah hukum terkait status keperdataan pinjam meminjam perusahan jasa konstruksi.
Kabag Hukum Setda Kota Bima, Dedi Irawan melalui Kadis Kominfo H Mahfud menyatakan, tanggung jawab yang timbul akibat peminjaman perusahaan melekat pada direktur dan peminjam.
"Hati hati bagi para direktur PT atau CV meminjamkan perusahaannya pada pihak lain. Karena berakibat secara hukum kepada pemilik perusahan," kata Mahfud.

Baca juga: KPK Tetapkan Anggota DPR sebagai Tersangka Kasus Suap Pengadaan Airbus Senilai Rp 100 Miliar
Pinjam meminjam perusahaan jasa konstruksi, menjadi kebiasaan atau lumrah.
Hanya saja, peminjaman dengan surat kuasa tidak berdampak hukum bagi pemilik perusahan.
Namun akan berbeda ceritanya, jika pinjam meminjam perusahan tanpa surat kuasa, maka tanggung jawab tetap melekat pada direktur perusahan.
"Bukan berarti perbuatan meminjam bendera itu tidak mengandung potensi pelanggaran hukum," tuturnya.
Secara keperdataan lanjut dia, yang bertanggungjawab terhadap penyelesaian pekerjaan adalah direktur perusahaan yang menandatangani kontrak.
Apabila ada kerugian negara atau adanya gratifikasi pada pejabat negara, kemudian terbukti perusahaan dipinjamkan kepada orang lain, pertanggungjawaban pidana dibebankan pada direktur dan peminjam perusahaan.
“Artinya, keduanya dapat terjerat sebagai pelaku tindak pidana korupsi," terangnya.
Mahfud mengatakan, sangkaan pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat menjerat pemilik perusahan dan peminjam bergantung delik.
“Jika deliknya adalah perbuatan melawan hukum mengakibatkan kerugian negara atau ada pemalsuan dokumen, maka keduanya terjerat pasal ikut serta melakukan tindak pidana” jelasnya.
Pasal dalam KUHP yang dapat menjerat pelaku sebagaimana diatur oleh pasal 55 ayat (1) ke 1 atau bisa juga disebut membantu, seperti diatur dengan pasal 56 KUHP.
“Kalau deliknya suap, maka pelaku penyuapan dan yang menerima suap, atau dua duanya bisa dipertanggungjawabkan secara pidana," tandasnya.
Mahfud menambahkan, meminjamkan perusahaan kepada orang lain setidaknya melanggar tiga persoalan.
Pertama, melanggar prinsip dan etika pengadaan sebagaimana diatur dalam pasal 6 dan 7 Perpres nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
"Dalam pasal 7 mengharuskan semua pihak yang terlibat PBJ mematuhi etika, termasuk mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara," tuturnya.
Kedua, melanggar larangan membuat dan memberikan pernyataan tidak benar atau memberikan keterangan palsu, sesuai Peraturan LKPP nomor 9 tahun 2019.
Ketiga, menabrak larangan mengalihkan seluruh atau sebagian pekerjaan kepada pihak lain, sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP nomor 9 tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Pinjam bendera sudah dipastikan melanggar ketentuan,” pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah pada Selasa (11/10/2022) pagi, Mahfud menegaskan, penjelasan hukum tersebut tidak dikeluarkan secara tiba-tiba tapi karena ditanyai wartawan.
"Bukan tiba-tiba memberikan penjelasan tapi ditanya wartawan," jawabnya, ketika dihubungi TribunLombok.com via ponsel.
Penjelasan tersebut tambahnya, juga untuk menyikapi adanya beberapa kejadian pada pengadaan barang jasa di Pemkot Bima. (*)