IDAI NTB Gandeng RSUD Provinsi NTB dan FK Unram Gelar Kuliah Pakar Sindrom Gagal Nafas Akut

Penyakit Padiatric Acture Respiratory Disteress Syndrome (PARDS) menyebabkan tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada anak

Penulis: Lalu Helmi | Editor: Wahyu Widiyantoro
DOK. RSUD PROVINSI NTB
Kuliah pakar dengan tema Padiatric Acture Respiratory Disteress Syndrome (PARDS) oleh IDAI NTB bekerjasama dengan RSUD NTB dan FK Unram. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) Cabang NTB menggelar kuliah pakar dengan tema Padiatric Acture Respiratory Disteress Syndrome (PARDS).

Kegiatan tersebut bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB dan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.

Padiatric Acture Respiratory Disteress Syndrome (PARDS) adalah sindrom gagal nafas akut yang ditandai dengan hipoksemia progresif, dispnea, dan peningkatan usaha napas.

Penyakit ini menyebabkan tingginya angka mortalitas dan morbiditas pada anak.

Baca juga: Fasilitas Unggulan Siap Antar RSUD Provinsi NTB Naik Kelas, IGD Terpadu hingga Medical Expert

Kondisi PARDS memerlukan perawatan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) prevalensi PARDS bervariasi dapat mencapai 2,2 persen hingga 12,8 % .

Strategi ventilasi protektif paru (protective lung strategy) direkomendasikan dalam penannganan pasien dengan PARDS. Strategi tersebut mencakup pembatasan PEEP dan delta pressure pada penggunaan ventilator untuk mencegah mortalitas.

Tatalaksana PARDS terus berkembang sehingga diperlukan pemaparan tentang diagnosis dan tatalaksana terbaru.

Keadaan PARDS merupakan salah satu kondisi penyakit yang menjadi focus di bagian Emergensidan Rawat Intensiv Anak (ERIA).

Baca juga: Tim Kesehatan MedX RSUD Provinsi NTB Siap Layani Event Olahraga Kelas Dunia

RSUD Provinsi NTB dan UKK ERIA membentuk suatu kegiatan peningkatan keilmuan dan keterampilan dokter dengan cara kuliah pakar yang diberikan oleh pakar atau narasumber yang ahli dibidangnya.

Ketua UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak IDAI dr Ririe Fachrina Malisie, Sp. A(K) mengatakan, angka kematian bayi postneo sampai usia 1 tahun itu ternyata sejatinya selama 3 dekade tidak pernah turun.

Angka kematian bayi dan balita itu tetap tinggi sehingga kini menjadi tugas berat untuk menyelesaikannya dari hulu sampai hilir.

“Penyebab dari tingginya kematian anak balita dan bayi adalah sebelumnya tidak dikenali kegawatdaruratannya, tidak dilakukan dengan tepat, penanggulangan kegawatdaruratannya pada waktu mau dirujukpun tidak dilakukan stabilisasi sehingga di RS rujukan tempat terbatas, stabilisasi tidak dilakukan akhirnya biasanya kasus itu selesai di jalan atau selesai di IGD, tidak sempat masuk unit seharusnya atau unit intensivnya penuh tidak ada tempat.” ungkap dr Ririe.

Baca juga: RSUD Provinsi NTB Terus Berupaya Naik Kelas Menjadi Tipe A

Ketua IDAI cabang NTB dr. Nurhandini Eka Dewi, Sp.A, MPH mengatakan bahwa salah satu penyebab tingginya angka kematian anak dan balita karena tidak ditangani dengan baik dan kurangnya perawatan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

“Setelah berkoordinasi dengan dr. Riri diantaranya adalah tentang PICU pendirian Rumah Sakit yang berada di kabupaten, karena adanya keinginan teman-teman di Kabupaten untuk mempunyai PICU sehingga layanan keintesivan anak di Kabupaten bisa terlaksana dengan baik tentunya juga mengurangi beban RSUD Provinsi NTB sebagai Rumah Sakit rujukan dan Alhamdulillah dengan hasil konsultasi dr. Ririe satu PICU dilahirkan dan baru kemarin sudah di-SK kan ke Rumah Sakit Sumbawa.” ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved