Nahdlatul Wathan
Profil Pendiri Nahdlatul Wathan, Nama Kecil dan Pendidikan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid
Maulana Syaikh Tuan Guru Kyai Haji atau TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan pendiri organisasi Nahdlatul Wathan atau NW.
TRIBUNLOMBOK.COM - Organisasi Nahdlatul Wathan atau NW didirikan Maulana Syaikh Tuan Guru Kyai Haji atau TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Nahdlatul Wathan selama ini tidak bisa lepas dari sosok TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan sosok ulama Nahdlatul Wathan yang karismatik dan sangat disegani semua kalangan.
Di kalangan ulama dunia, pendiri Nahdlatul Wathan juga dikenal dengan nama Tuan Guru Al-Ampenani karena berasal dari Pulau Lombok, yang memiliki kota pelabuhan Ampenan kala itu.
Di pulau Lombok, Tuan Guru merupakan gelar bagi para pemimpin agama yang bertugas membimbing dan mengayomi umat Islām.
Gelar Tuan Guru ini sama dengan gelar Kyai bagi para ulama di Pulau Jawa.
Baca juga: Nahdlatul Wathan, Sejarah Pendirian NW hingga Penyebaran Madrasah ke Seluruh Indonesia
TGKH Muhammad Zainuddīn Abdul Madjid dilahirkan di Kampung Bermi, Pancor, Selong, Lombok Timur, NTB, tanggal 17 Rabiul Awwal 1316 H/ 5 Agustus 1898 Masehi.
Dia merupakan anak dari TGH Abdul Madjid dengan seorang wanita solihah bernama Hj Halimah As-Sa'diyyah.
TGKH Muhammad Zainuddīn Abdul Madjid memiliki nama kecil yakni Muhammād Saggāf.
Dalam buku Muhammad Shubhi, berjudul "Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainududdin Abdul Madjid" dijelaskan, pemberian nama Muhammād Saggāf dilatar belakangi oleh suatu peristiwa, yakni tiga hari sebelum dilahirkan, TGH Abdul Madjid didatangi dua waliyullah.
Masing-masing dari Hadhramaut (Yaman) dan Maghrabi (mencakup wilayah Maroko, Libya, Aljazair, Tunisia, dan Libya).
Kedua waliyullah itu secara kebetulan mempunyai nama yang sama, yakni "Saqqāf".
Dua waliyullah itu berpesan kepada TGH Abdul Madjid supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama Saqqaf.
Arti kata Saqqaf yakni atapnya para wali pada zamannya.
Kata "Saqqaf" jika di Indonesiakan menjadi "Saggaf" dan untuk dialek bahasa Sasak menjadi "Segep".
Itulah sebabnya beliau sering dipanggil dengan "Gep" oleh ibu beliau, Hj. Halimah As-Sa'diyah.
Setelah menunaikan ibadah haji, nama kecil beliau diganti dengan Haji Muhammad Zainuddin.
Nama ini pun diberikan oleh ayah TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sendiri.
Nama itu diambil dari nama seorang ulama besar yang mengajar di Masjid al-Haram, yaitu Syaikh Muhammad Zainududdin Sarawak (Malaysia).
Dikutip dari Wikipedia Indonesia, silsilah keturunan TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tidak bisa diungkapkan secara jelas dan runtut, terutama silsilahnya ke atas.
Karena catatan dan dokumen silsilah keluarga beliau ikut hangus terbakar ketika rumahnya mengalami musibah kebakaran.
Namun, menurut sejumlah kalangan bahwa asal usulnya dari keturunan orang-orang terpandang, yakni dan keturunan sultan-sultan Selaparang.
Selaparang merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berkuasa di Pulau Lombok.
Disebutkan bahwa TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merupakan keturunan ke-17 dari raja Selaparang.
Maulana Syaikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah anak bungsu dari enam bersaudara.
Kakak kandungnya lima orang, yakni Siti Syarbini, Siti Cilah, Hajjah Sawdah, Hajji Muhammad Shabur dan Hajjah Masyitah.
Ayahandanya TGH Abdul Madjid yang terkenal dengan penggilan Guru Mu’minah, semasa mudanya bernama Luqmanul Hakim merupakan seorang muballigh dan terkenal pemberani.
Beliau pernah memimpin pertempuran melawan kaum penjajah.
Sedangkan ibunya Hj Halimah As-Sa’diyah terkenal sangat solihah.
Setelah berusia 9 tahun, ia memasuki pendidikan formal yang disebut Sekolah Rakyat Negara, hingga tahun 1919 M.
Dalam buku Muhammad Tohri, dkk berjudul "Menyusuri Keagungan Cinta Maulana" disebutkan, setelah menamatkan pendidikan formalnya, beliau kemudian diserahkan oleh ayahandanya untuk menuntut ‘ilmu agama yang lebih luas dari beberapa Tuan Guru.
Setelah menimba ilmu di beberapa Tuan Guru, Maulana Syaikh dibawa ayahnya ke Mekkah untuk menimba ilmu agama.
Maulana Syaikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid terkenal sangat jujur dan cerdas.
Karena itu tidak mengherankan bila ayah-bundanya memberikan perhatian istimewa dan menumpahkan kasih sayang yang begitu besar kepadanya.
Ketika berangkat ke Mekkah untuk melanjutkan studi, kedua orang tuanya ikut mengantar.
Ayahandanya mencarikan guru tempat belajar pertama kali di Masdil Haram, kemudian menemaninya di Makkah sampai dua kali musim hajji.
Sedangkan ibundanya Hj Halimah As-Sa’diyah ikut bermukim di Makkah mendampingi dan mengasuhnya.
Tiga setengah tahun setelah datangan ke Makkah, sang ibu meninggal dunia.
Kemudian dimakamkan di Ma’lah, Mekkah al-Mukarramah.
Beberapa saat setelah musim haji usai, TGH Abdul Madjid mulai mencarikan guru buat anaknya.
Setelah berkeliling tidak kurang dari dua bulan, sampailah TGH Abdul Madjid pada sebuah majelis.
Syaikh yang mengajar di tempat tersebut bernama Syaikh Marzuqi, Syaikh keturunan Arab kelahiran Palembang yang sudah lama mengajar mengaji di Masjdil Haram, yang saat itu berusia sekitar 50 tahun.
Di sanalah TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid diserahkan untuk belajar.
Beliau juga belajar ilmu sastra pada ahli syair terkenal di Mekah, yakni Syaīkh Muhammad Amin Al-Qutbi.
Ketika TGH Abdul Madjid pulang ke Lombok, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid langsung berhenti mengaji di Syaikh Marzuqi.
Karena merasa tidak bekembang dan tidak cocok mengaji di sana.
Kebetulan pada saat tersebut terjadi perang saudara, antara penguasa Syarif Husain dan golongan Wahabi.
Dua tahun setelah terjadinya huru hara tersebut, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid muda berkenalan dengan seseorang yang bernama H Mawardi dari Jakarta.
Dari perkenalannya itu beliau diajak untuk belajar di madrasah al-Shaulatiyah, yang saat itu dipimpin oleh Syaikh Salim Rahmatullah.
Madrasah al-Shaulatiyah adalah madrasah pertama sebagai permulaan sejarah baru dalam pendidikan di Arab Saudi.
Setiap thullab yang masuk di Madrasah Al-Shaulatiyah harus mengikuti tes masuk.
Hal itu untuk menentukan kelas yang cocok bagi thullab.
Demikian pula dengan TGKH Muhammad Zainuddin Madjid, juga dites terlebih dahulu.
Secara kebetulan diuji langsung oleh Direktur al-Shaulatiyah sendiri, Syaikh Salim Rahmatullah dan Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath.
Hasil test menentukan di kelas 3, mendengar keputusan itu, TGKH Muhammad Zainuddin minta diperkenankan masuk kelas 2 dengan alasan ingin mendalami mata pelajaran ilmu Nahwu dan Sharaf.
Prestasi akademiknya sangat istimewa, dia berhasil meraih peringkat pertama dan juara umum.
Dengan kecerdasan yang luar biasa, TGKH Muhammad Zainuddin Madjid berhasil menyelesaikan studi dalam waktu hanya 6 tahun. Padahal normalnya adalah 9 tahun.
Dari kelas 2, diloncatkan ke kelas 4, kemudian loncat kelas lagi dari kelas 4 ke kelas 6, kemudian pada tahun-tahun berikutnya naik kelas 7, 8 dan 9.
Sehingga teman-teman kelasnya pada saat itu mengenalnya dengan "si manusia ajaib".
Bukan tanpa alasan, itu karena pada masa itu tidak ada yang menandingi TGKH Muhammad Zainuddin Madjid.
Bahkah dari awal pendirian madrasah As-Saulatiyah menyebutnya istimewa. Baik dari segi keilmuan maupun kesolihannya.
TGKH Muhammad Zainuddin Madjid memegang sanad ke-25 dalam rantaian keulamaan.
Murid langsung beliau berada pada sanad ke-26. Mereka yang belajar dari murid TGKH Muhammad Zainuddin Madjid adalah sanad ke-27.
TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menyelesaikan studi di Madrasah al-Shaulatiyah tanggal 22 Dzulhijjah 1353 H dengan predikat “mumtaz” (Cumlaude).
Predikat istimewa ini disertai pula dengan perlakuan istimewa dari Madrasah Al-Shaulatiyah.
Ijazahnya ditulis langsung oleh ahli khat (tulis) terkenal di Makkah, yaitu Al-Khathath al-Syaikh Dawud al-Rumani atas usul dari direktur Madrasah al-Shaulatiyah.
Setelah tamat dari Madrasah al-Shaulatiyah, tidak langsung pulang ke Lombok, tetapi bermukim lagi di Makkah selama dua tahun sambil menunggu adiknya yang masih belajar, yaitu Haji Muhammad Faisal atau TGH Muhammad Faisal.
Dirikan Organisasi NW
Setelah menyelsaikan Pendidikannya di Makkah pada 1934, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Pondok Pesantren Al-Mujahidin di Lombok.
Setelah memimpin pesantren tersebut selama tiga tahun, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) bagi murid laki-laki pada 22 Agustus 1937.
Pada 21 April 1943, TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid mendirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) bagi murid perempuan.
Kedua madrasah ini kemudian memperluas jaringannya ke seluruh Lombok.
Dalam perkembangannya, kedua madrasah tersebut berkembang pesat.
TGKH Muhammad Zainuddin Madjid mendirikan organisasi Nahdlathul Wathan pada tahun 1953.
Organisasi Nahdlathul Wathan didirikan untuk menaungi madrasah-madrasah yang telah berdiri.
Kini Nahdlatul Wathan menjadi salah satu ormas Islam paling berpengaruh.
TGKH Muhammad Zainuddin Madjid meninggal pada hari Selasa, 21 Oktober 1997 Masehi atau 18 Jumadil Akhir 1418 Hijriah.
Tepatnya pukul 19.53 Wita, di kediamannya di desa Pancor, Lombok Timur.
Kini kelembagaan Nahdlatul Wathan tersebar di seluruh nusantara.
(*)
Tulisan ini merupakan karya Ruhul Qudus, mahasiswa IAIH NW Lombok Timur.