Berita Kota Bima

Status Lahan Amahami Menggantung, DPRD Kota Bima Gelar RDP

DPRD Kota Bima menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), tentang status lahan Amahami yang sebelumnya masuk dalam garis laut.

Penulis: Atina | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM/ATINA
Status Lahan Amahami Menggantung, DPRD Kota Bima Gelar RDP - Rapat Dengar Pendapat (RDP), di ruang rapat komisi DPRD Kota Bima yang digelar pada Kamis (15/9/2022). 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina

TRIBUNLOMBOK.COM, KOTA BIMA - DPRD Kota Bima menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), tentang status lahan Amahami yang sebelumnya masuk dalam garis laut.

RDP digelar di ruang rapat komisi, Kamis (15/9/2022) pagi hingga sore hari, dipimpin Wakil Ketua DPRD Kota Bima, Syamsuri.

Dalam RDP ini, hadir sejumlah warga Kota Bima pemilik lahan, mantan anggota dewan Kota Bima yang pernah menjadi Pansus lahan Amahami dan juga anggota dewan aktif saat ini.

Dalam RDP ini, masalah status lahan Amahami kembali dimunculkan yakni, kepemilikan yang sah.

Baca juga: Pemerintah Kota Bima Nyatakan Lahan Amahami yang Terbengkalai Bukan Aset Daerah

Kasus ini pertama kali muncul pada 2019 lalu, ditemukan adanya sertifikat yang diterbitkan atas lahan Amahami, tepatnya di sebelah utara Masjid Terapung Amahami Kota Bima.

Dulunya, lahan tersebut berupa laut dan tambak yang lama kelamaan menjadi daratan karena ditimbun.

Belakangan diketahui, sertifikat yang terbit tersebut atas nama kalangan elit di Kota Bima.

Mulai pribumi, hingga keturunan Tionghoa.

Baca juga: Aset Lahan Belasan Hektar di Amahami Kota Bima Terbengkalai

Fakta ini menimbulkan reaksi warga di Kelurahan Dara, yang menolak jika lahan tersebut dimiliki oleh orang perorang karena menurut mereka, lahan tersebut milik pemerintah.

DPRD Kota Bima akhirnya membentuk Pansus Lahan Amahami tahun 2019 lalu, yang diketuai Kader PKS H Armansyah.

Pansus pun menghasilkan sejumlah rekomendasi, satu di antaranya menyatakan, jika sertifikat yang diterbitkan di atas lahan tersebut ilegal.

Selain itu, Pansus merekomendasikan seluruh bangunan yang ada di atas lahan tersebut harus dirubuhkan.

Sayangnya, rekomendasi tersebut tidak ada yang terealisasi hingga saat ini.

Hanya pencabutan SPPT atas nama-nama pribadi, yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bima dan pemasangan papan larangan mendirikan bangunan.

Kondisi ini pun memantik tanda tanya sejumlah pihak, termasuk mantan ketua dan anggota pansus saat itu, mempertanyakan kejelasan sikap Pemerintah Kota Bima.

"Kapan pemerintah menggugat? Ini agar tidak menggantung," ungkap mantan anggota DPRD Kota Bima, yang juga anggota Pansus saat itu, Salahudin.

Menurutnya, ketidakjelasan status lahan Amahami membuat banyak pihak yang dirugikan.

Pemilik sertifikat tidak bisa membangun, pemerintah pun tidak memanfaatkan lahan tersebut untuk apapun.

Hal senada juga dilontarkan Ketua Komisi II DPRD Kota Bima, M Taufik A Karim dari PPP.

Taufik menyatakan, eksekutif tidak pernah serius menjalankan rekomendasi yang telah dikeluarkan pansus pada tahun 2019 lalu.

Sehingga saat ini pun, lahan Amahami statusnya menggantung dan memicu konflik baru.

Seharusnya, rekomendasi Pansus telah tuntas dilakukan sejak dulu sehingga tidak ada keraguan untuk semua pihak yang terkait dengan masalah tersebut.

Hingga berita ini dirilis, belum ada kesimpulan dari RDP yang digelar sejak pagi hari tersebut. (*)

 

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved