Syarat Utama dan Syarat Tambahan Pelaksanaan Keadilan Restoratif
Keadilan yang dilandasi perdamaian pelaku, korban dan masyarakat merupakan moral etik keadilan restoratif
1. Adanya pemulihan kembali dari pelaku kepada korban (misalnya penggantian kerugian);
2. Telah ada kesepakatan damai antara korban dan pelaku;
3. Masyarakat merespons dengan positif.
Jaksa Agung mengatakan bahwa konsep keadilan restoratif sebagai alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan dapat mengembalikan harmoni di masyarakat dan dapat mengembalikan kepada kondisi sebelum terjadinya kerusakan yang timbul akibat adanya suatu tindak pidana.
“Dengan demikian, pada dasarnya keadilan restoratif dilakukan melalui kebijaksanaan dan pengalihan, yaitu pemindahan dari proses penyelesaian perkara pidana melalui peradilan pidana atau litigasi ke proses penyelesaian perkara pidana melalui musyawarah atau mediasi," sebut Burhanuddin.
Penyelesaian melalui mediasi bukanlah hal baru bagi Indonesia, bahkan hukum adat di Indonesia dalam menyelesaikan masalah hukum baik pidana maupun perdata dapat diselesaikan dengan musyawarah, dengan tujuan untuk mendapatkan keseimbangan atau pemulihan keadaan.
"Dalam hal ini, sesungguhnya keadilan yang hendak dicapai adalah hasil gagasan maupun nilai-nilai leluhur suatu bangsa yang terkandung di dalam falsafah Pancasila,” ujar Jaksa Agung.
Burhanuddin mengatakan, pergeseran paradigma pemidanaan dari pembalasan menjadi pemulihan dalam penyelesaian perkara pidana di Indonesia, hingga saat ini masih belum ada keseragaman.
Karena setiap subsistem dalam sistem peradilan pidana, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung memiliki aturan tersendiri dalam penerapan keadilan restoratif.
Baca juga: Kiprah Jaksa Agung Burhanuddin Sikat Koruptor Kakap hingga Konsisten Terapkan Restorative Justice
Padahal dalam penegakan hukum semua sub sistem dalam sistem peradilan pidana tersebut memiliki tugas dan fungsinya masing-masing, yang tujuan utamanya adalah mencapai rasa keadilan dalam masyarakat.
Meski demikian, Jaksa Agung menilai belum adanya keseragaman mengenai pendekatan keadilan restoratif oleh subsistem dalam sistem peradilan pidana.
Sehingga pada akhirnya akan mengesampingkan konsepsi Negara Hukum yang diatur dalam Konstitusi Indonesia karena masing-masing institusi memiliki pandangan masing-masing
Padahal, sebut Jaksa Agung, konsepsi Negara Hukum mengatur setiap tindakan penyelenggara negara termasuk aparatur penegak hukum harus berdasarkan hukum positif berlaku di Indonesia
Kejaksaan mendorong terbentuknya payung hukum dalam pengaturan keadilan restoratif dalam regulasi hukum positif di Indonesia agar konsolidasi keadilan restoratif di Indonesia dapat terlaksana dengan baik.
"Selanjutnya adalah bagaimana para praktisi dan akademisi dapat menggali nilai-nilai pendekatan keadilan restoratif yang sesuai dengan kearifan lokal Indonesia, dan yang terakhir adalah bagaimana upaya mewujudkan nilai-nilai keadilan restoratif sebagai inti sari nilai kearifan lokal dalam berbagai regulasi tentang keadilan restoratif di Indonesia,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung ingin mendorong agar sinergitas, kerja sama dan kolaborasi yang baik antara praktisi dan akademisi semakin ditingkatkan.
Mengingat stakeholders dalam penegakan hukum dapat menjadi agen perubahan yang memiliki peran strategis dalam mendorong arah perubahan pembangunan hukum nasional sebagai pelaksanaan dalam pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
(*)