Pembina MUI NTB Sayangkan Langkah Kemenag Cabut Izin Ponpes Shiddiqiyah Jombang
Pengasuh pondok pesantren Maraqitta'limat TGH Hazmi Hamzar menyesalkan langkah Kemenag RI yang mencabut izin Ponpes Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur.
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kementerian Agama (Kemenag) RI mencabut izin operasional Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur.
Langkah tersebut dinilai sebagai tindakan gegabah oleh sejumlah pihak, tak terkecuali dari tokoh agama di NTB.
Pengasuh pondok pesantren Maraqitta'limat TGH Hazmi Hamzar, meminta Kemenag meninjau ulang keputusannya.
"Kalau izinnya dicabut, lalu bagaimana nasib pendidikan ribuan anak di ponpes itu?" sesalnya pada Senin (18/7/2022).
Seharusnya, cukup yang di proses hukum adalah pelaku yang diduga melakukan pen cabulan terhadap santri.
Bukan lembaga pondok pesantren yang notabene merupakan lembaga pendidikan.
Baca juga: Fatwa MUI NTB: Hewan yang Terkena PMK Tidak Memenuhi Syarat Sah Sebagai Hewan Kurban
TGH Hazmi Hamzar khawatir tindakan pencabutan izin itu dapat menjadi celah memberangus pondok pesantren bagi yang tidak suka.
"Bagaimana kalau nanti ada orang yang menyusupkan orang orangnya ke semua pondok pesantren, lalu merencanakan sesuatu untuk menjebak atau merusak nama baik pesantren, baik dengan kasus asusila atau narkoba, kan bisa-bisa semua pondok pesantren ditutup," ujarnya khawatir.
Tindakan Kemenag mencabut izin ponpes Shiddiqiyah juga tidak memiliki pijakan hukum yang kokoh.
Bila alasannya hanya karena salah satu tokoh pondok itu diduga melaku kan tindakan asusila.
"Dalam hukum itu kan jelas, bahasanya 'barang siapa' berarti jelas itu arahnya ke pelaku. Tapi kalau lembaga yang dicabut izinnya, tentu (logika hukum) tidak bisa M Eseperti itu," imbuh Ketua Umum Perserikatan Ahlil Hukum Indonesia itu.
Ia lebih setuju, bila pemerintah mengambil alih penanganan pondok pesantren tersebut.
"Ambil alih saja, kemudian benahi apa yang masih dirasa kurang. Itu akan lebih baik daripada mencabut Jizin," ujarnya.
Kasus dugaan pencabulan itu dikatakan telah men coreng nama baik dunia pendidikan pesantren.
"Kita (ikut) malu, tapi reaksi pemerintah berlebihan (mencabut izin), kok yang tidak salah (santri dan pengajar lain) ikut kena getahnya. Seharusnya menteri agama Hi harus hati-hati dalam me ngambil sikap," ujarnya.
Ditegaskannya lagi, pihaknya mendukung proses penegakan hukum terhadap pelaku yang diduga melaku kan tindakan pencabulan.
"Tetapi pencabutan izin lembaga, harus berdasar kan putusan pengadilan," tekannya lagi.
Selanjutnya, Hazmi Hamzar berharap Majelis Ulama Indonesia di tingkat kabupaten/kota hingga provinsi melayangkan surat ke Kemenag.
Hal itu sebagai bentuk dukungan hukum pada terduga pencabulan dan meminta SK pencabutan izin lembaga dicabut.
"Sebagai bentuk dukungan kita, mungkin nanti kami akan bersurat," kata Pembina MUI NTB itu.
(*)