Tumpukan Sampah Sudah Melebihi Kapasitas di TPA Kebon Kongok, Usulan Perluasan Ditolak Warga
Kondisi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok di Desa Sukamakmur, Lombok Barat cukukup memperihatinkan.
TRIBUNLOMBOK.COM - Kondisi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok di Desa Sukamakmur, Lombok Barat cukukup memperihatinkan.
TPA Kebon Kongok kini tak lagi bisa menampung sampah yang dibuang ke lokasi itu.
Kondisi itu mengganggu kenyamanan warga.
Baca juga: Begini Kondisi 34 Warga Desa Ubung Lombok Tengah yang Alami Keracunan Pasca-Makan Nasi Bungkus
Baca juga: Menkes: Indonesia Sumbang 50 Juta USD Untuk Dana Kesehatan Global
TPA Kebon Kongok yang beroperasi sejak 1993 memiliki luas sekitar 13 hektare dengan beban ideal 991.800 meter kubik sampah. Pada 2021, jumlah sampah yang tertampung telah mencapai batas ideal yang ditentukan.
Meski begitu, sampah dari Kota Mataram dan Lombok Barat yang mencapai 300-400 ton per hari tetap berakhir di TPA Kebon Kongok.
Sejumlah sampah yang dibuang ke TPA Kebon Kongok pun meluber ke sungai. Rencananya, wilayah TPA itu akan diperluas.
Namun, rencana itu ditolak warga Desa Taman Ayu. Kepala Desa Taman Ayu Tajuddin membenarkan warganya menolak rencana perluasan TPA ke wilayah desanya.
Warga khawatir desa mereka tercemar akibat penumpukan sampah.
Tajudin menambahkan, sampah yang meluber dari TPA itu membuat sungai di desa tercemar menjadi hitam dan bau. Hal itu terjadi akibat limbah air sampah yang turun ke sungai.
"Kalau keluhan warga banyak, termasuk air lindi ke sana kemari, air lindi hitam kayak kopi itu sari pati sampah terjun ke sungai, itu sangat bau, ini yang belum ada titik temu penyelesaian," ungkap Tajudin di Lombok Barat, Senin (6/6/2022).
Selain itu, dampak yang dirasakan warga adalah aroma sampah yang menyengat.
"Cukup menderita mereka dengan bau, kemudian lalat, namun lalat sekarang agak berkurang," kata Tajudin.
Tajudin menyayangkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB yang tak menyosialisasikan pembebasan lahan seluas lima hektar di desanya untuk perluasan wilayah TPA.
"Proses pembebasan lahan saja itu tidak ada komunikasi apapun dengan masyarakat, termasuk dengan pemerintah desa, dari proses pembebasan lahan saja itu tidak ada komunikasi apapun dari masyarakat," tegas Tajudin.
Menurut Tajudin, seharusnya DLHK melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan membawa kajian dampak dari perluasan TPA itu.

"Setahu saya terkait pembangunan TPA, itukan untuk proses pembangunannya ada grand desain, kemudian kajian akademik sama amdalnya, itu ditawarkan ke masyarakat untuk ditentukan oleh masyarakat apakah disetujui atau tidak," tegas Tajudin.
Tajudin meminta DLHK bisa intens menyosialisasikan hal itu kepada masyarakat. Sehingga, ada dialog yang menghasilkan jalan keluar terbaik atas masalah sampah itu.
Kepala UPTD TPA sampah regional NTB Ida Bagus Gede Sutawijaya membenarkan persoalan TPA Kebon Kongok yang sudah melebihi kapasitas dan belum punya lokasi untuk membuat TPA baru.
Bagus mengungkapkan, UPTD pernah merencanakan lokasi baru TPA di daerah Kecamatan Sekotong, tetapi hal itu gagal karena berbagai faktor.
"Pembangunan TPA baru tidak semudah yang dibayangkan, kita sudah survei beberapa tempat, termasuk lokasi yang di Sekotong di sana ternyata infrastruktur gak ada, belum siap, seperti jalan, kemudian lokasi yang masih bergunung itu kan masih butuh waktulah," ungkap Bagus.
Terkait perluasan wilayah TPA yang ditolak warga, hal itu menurutnya karena belum masifnya sosialisasi. "Sedang dalam proses sosialisasi, mungkin ada beberapa informasi yang belum sampai ke masyarakat," kata Bagus.
Sebelum membangun perluasan wilayah TPA, UPTD akan menempuh sejumlah proses seperti perizinan, analisis dampak lingkungan (amdal), dan kajian mitigasi pencemaran.
Selain itu, pihaknya menggandeng sejumlah konsultan ahli untuk meminimalkan dampak negatif dari perluasan wilayah TPA, seperti ahli lingkungan dan ahli penanganan limbah.
Bagus menjelaskan, dari lima hektar lahan itu, nantinya 1,2 hektar digunakan untuk lokasi pembuangan.
Sementara sisanya sebagai tempat pengolahan sampah terpadu. Pengolahan sampah terpadu itu akan mengolah sampah menjadi barang ternilai.
"Jadi sampahnya tidak langsung dibuang, tapi ada lokasi pemilahan sampah organik dan non organik yang akan menjadi barang bernilai, bisa menjadi bahan bakar, maupun daur ulang," ungkap Bagus.
Tempat pengolahan itu disebut bisa mengurai 120 ton sampah per hari. Lihat Foto Warga saat tandang tangan petisi penolakan perluasan TPA Kebon Kongok, Lombok Barat, Minggu (22/5/2022)
Sebelumnya, ratusan warga Dusun Bongor, Desa Taman Ayu, Lombok Barat, menandatangani petisi menolak perluasan wilayah TPA sampah Kota Mataram dan Lombok Barat.
Warga tersebut tidak setuju, jika wilayah dusunnya menjadi lokasi perluasan TPA Kebon Kongok, Desa Sukamakmur, yang kini sudah melebihi kapasitas.
"Ini akan menjadi bencana bagi kami, dan anak cucu kami nanti ke depan, akan memunculkan limbah sampah yang besar, kami menolak perluasan TPA yang ini," kata M. Zaini Perwakilan warga Dusun Bongor, Senin (23/5/2022)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com