Isi Lengkap Fatwa MUI tentang Hukum Berkurban Hewan saat Wabah Penyakit Mulut dan Kuku

Perincian hukum tersebut untuk memastikan perlindungan masyarakat dari dampak yang ditimbulkan oleh penyakit mulut dan kuku

TRIBUNLOMBOK.COM/LALU GITAN
Seekor sapi milik para pedagang di pasar hewan Desa Batunyala, Praya Tengah, Lombok Tengah. 

Pengaruhnya, kata Niam, gejala klinis tidak berpengaruh secara signfikan terhadap jumlah dan kualitas daging yang dihasilkan.

Dengan demikian, lanjut dia, daging hewan yang terkena PMK tetap layak konsumsi dan tidak membahayakan kesehatan.

Kemudian pengaruh yang kedua, kata dia, penyakit mulut dan kuku tidak menular kepada manusia dan virus tersebut mudah dimatikan dengan pemanasan air mendidih minimal 30 menit.

"Atas fakta-fakta ini kemudian Majelis aulama Indonesia melakukan pengkajian di dalam perspektif keagamaan dengan pertimbangan dasar-dasar hukum agama yang akhirnya hari ini tadi Majelis Ulama Indonesia menetapkan fatwa nomor 32 tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku dengan ketentuan hukum yang ditafsil atau dirinci," kata dia.

Amaq Mulky saat sedang membawa seekor sapi yang akan dijual di Pasar Hewan Batunyala, Lombok Tengah, Sabtu (14/5/2022).
Amaq Mulky saat sedang membawa seekor sapi yang akan dijual di Pasar Hewan Batunyala, Lombok Tengah, Sabtu (14/5/2022). (TRIBUNLOMBOK.COM/LALU M GITAN PRAHANA)

Pertimbangan perincian hukum tersebut, kata dia, juga untuk memastikan perlindungan masyarakat dari dampak yang ditimbulkan oleh penyakit mulut dan kuku.

Berikut di antaranya pokok-pokok diktum fatwa terkait hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK.

1. Hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK dirinci sebagai berikut:

a. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

"Artinya sekalipun dia terkena penyakit tersebut, tetapi gejala klinis ringan dia tetap sah. Karena dia tidak mempengaruhi kualitas daging," kata dia.

b. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas kukunya dan/atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.

c. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat tetapi sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban.

"Artinya dia sakit sebelum idul adha, kemudian masa penyembuhan, dan dia sembuh pada rentang 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah, maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban," kata Niam.

d. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban.

"Artinya sembuhnya setelah tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah, maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban," kata Niam.

2. Pelobangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuh hewan sebagai tanda bahwa hewan tersebut sudah divaksin atau sebagai tanda identitas diri hewan, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban.

"Artinya lobang yang ada untuk tempat identitas vaksin atau identitas diri yang ada pada telinga hewan kurban itu tidak dianggap sebagai cacat yang menghalangi keabsahan hewan kurban," lanjut dia.

(Tribunnews.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ketentuan Ibadah Kurban di Masa Wabah Penyakit Mulut dan Kuku Berdasarkan Fatwa MUI

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved