Isi Lengkap Fatwa MUI tentang Hukum Berkurban Hewan saat Wabah Penyakit Mulut dan Kuku

Perincian hukum tersebut untuk memastikan perlindungan masyarakat dari dampak yang ditimbulkan oleh penyakit mulut dan kuku

TRIBUNLOMBOK.COM/LALU GITAN
Seekor sapi milik para pedagang di pasar hewan Desa Batunyala, Praya Tengah, Lombok Tengah. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada Selasa (31/5/2022).

Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh menyampaikan, pada 17 Mei 2022 Kementerian Pertanian menyampaikan permohonan fatwa terkait pemotongan hewan kurban dalam kondisi wabah Penyakit Mulut dan Kuku.

Diinformasikan kepada MUI, lanjut dia, bahwa ada Penyakit Mulut dan Kuku yang menyerang hewan berkuku genap terutama sapi, domba, dan juga kambing.

Baca juga: Kementerian Pertanian Pastikan Stok Hewan Kurban Aman di Tengah Kasus PMK

Masalah tersebut, kata Niam, kemudian menjadi masalah serius ketika akan ada pelaksanaan ibadah kurban.

Ibadah kurban, lanjut dia, adalah ibadah yang berdimensi dogma yang pelaksanaannya mengikuti syarat dan rukun yang sudah ditentukan mulai dari jenis hewannya, kondisi hewannya yang harus sehat serta terbebas dari penyakit, terbebas dari kecacatan, waktu pelaksanaannya, dan juga teknis distribusinya.

Untuk itu, kata dia, Kementerian Pertanian mengajukan bahwa agar memperoleh panduan keagamaan di dalam pelaksanaan aktivitas ibadah kurban, di satu sisi tetap sejalan dengan prinsip syariah, di sisi yang lain mampu mewujudkan maslahat dan menghindari mafsadah.

Karena fatwa tidak bisa keluar serta merta, lanjut dia, harus ada pemahaman untuk mengenai substansi yang ditanyakan maka sebagai tindak lanjut dari permintaan fatwa tersebut.

MUI, kata dia, kemudian mengundang ahli di bidang penyakit mulut dan kuku dari unsur Kementerian Pertanian sebagai pihak regulator dan juga yang bertanggung jawab secara teknis di dalam pengendalian penyakit mulut dan kuku, serta ahli di bidang hewan khususnya terkait dengan masalah kesehatan masyarakat atau veteriner.

"Jadi ada tiga ahli yang hadir untuk kepentingan pendalaman dengan Komisi Fatwa tanggal 27 Mei 2022," kata Niam di kantor MUI Pusat Jakarta Pusat pada Selasa (31/5/2022) dikutip dari Tribunnews.

Dari pertemuan tersebut, kata dia, diperoleh informasi bahwa yang pertama terkait dengan ikhwal penyakit mulut dan kuku memiliki daya tular yang cepat menyerang hewan yang berkuku genap.

Penyakit tersebut, kata dia, disebabkan oleh virus dengan masa inkubasinya 1 sampai 14 hari dan penyakit tersebut bisa menular dengan kontak langsung, kontak tidak langsung, dan juga melalui airborne.

"Akan tetapi, ini yang penting juga, kewaspadaan penting tetapi kepanikan jangan," kata dia.

Maka, kata dia, di samping soal pemahaman mengenai ikhwal penyakit mulut dan kuku ada pemahaman mengenai gejala klinis dan juga pengaruh yang ditimbulkan.

Gejala klinis pada sapi, lanjut dia, lesu, tidak nafsu makan, demam, lepuh pada sekitar dan dalam mulut.

Penyembuhan terhadap hewan yang menunjukkan gejala berat, kata dia, berlangsung lebih lama lagi.

Pengaruhnya, kata Niam, gejala klinis tidak berpengaruh secara signfikan terhadap jumlah dan kualitas daging yang dihasilkan.

Dengan demikian, lanjut dia, daging hewan yang terkena PMK tetap layak konsumsi dan tidak membahayakan kesehatan.

Kemudian pengaruh yang kedua, kata dia, penyakit mulut dan kuku tidak menular kepada manusia dan virus tersebut mudah dimatikan dengan pemanasan air mendidih minimal 30 menit.

"Atas fakta-fakta ini kemudian Majelis aulama Indonesia melakukan pengkajian di dalam perspektif keagamaan dengan pertimbangan dasar-dasar hukum agama yang akhirnya hari ini tadi Majelis Ulama Indonesia menetapkan fatwa nomor 32 tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku dengan ketentuan hukum yang ditafsil atau dirinci," kata dia.

Amaq Mulky saat sedang membawa seekor sapi yang akan dijual di Pasar Hewan Batunyala, Lombok Tengah, Sabtu (14/5/2022).
Amaq Mulky saat sedang membawa seekor sapi yang akan dijual di Pasar Hewan Batunyala, Lombok Tengah, Sabtu (14/5/2022). (TRIBUNLOMBOK.COM/LALU M GITAN PRAHANA)

Pertimbangan perincian hukum tersebut, kata dia, juga untuk memastikan perlindungan masyarakat dari dampak yang ditimbulkan oleh penyakit mulut dan kuku.

Berikut di antaranya pokok-pokok diktum fatwa terkait hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK.

1. Hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK dirinci sebagai berikut:

a. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

"Artinya sekalipun dia terkena penyakit tersebut, tetapi gejala klinis ringan dia tetap sah. Karena dia tidak mempengaruhi kualitas daging," kata dia.

b. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas kukunya dan/atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.

c. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat tetapi sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban.

"Artinya dia sakit sebelum idul adha, kemudian masa penyembuhan, dan dia sembuh pada rentang 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah, maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban," kata Niam.

d. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban.

"Artinya sembuhnya setelah tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah, maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban," kata Niam.

2. Pelobangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuh hewan sebagai tanda bahwa hewan tersebut sudah divaksin atau sebagai tanda identitas diri hewan, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban.

"Artinya lobang yang ada untuk tempat identitas vaksin atau identitas diri yang ada pada telinga hewan kurban itu tidak dianggap sebagai cacat yang menghalangi keabsahan hewan kurban," lanjut dia.

(Tribunnews.com)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ketentuan Ibadah Kurban di Masa Wabah Penyakit Mulut dan Kuku Berdasarkan Fatwa MUI

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved