Bejaran, Tradisi Nyunatan Masyarakat Suku Sasak Lombok
Bejaran dalam masyarakat suku Sasak Lombok sudah dilakukan turun temurun sebagai tradisi mengarak anak yang akan menjalani Nyunatan atau khitan
Penulis: Sinto | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Sinto
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TENGAH - Bejaran dalam masyarakat suku Sasak Lombok sudah dilakukan turun temurun.
Bejaran atau berkuda merupakan tradisi yang dilakukan guna mengarak anak-anak yang akan dikhitan atau disunat pada acara begawe atau pesta.
Tujuan dari bejaran sendiri adalah untuk menghilangkan trauma bagi si anak yang akan dikhitan.
Jaran atau kuda yang digunakan terlebih dahulu dipesan oleh tukang gawe atau penyelenggara pesta.
Baca juga: Mengenal Upacara Nyunatan ala Masyarakat Suku Sasak Lombok: Anak Wajib Dimanjakan
Kebiasaan masyarakat suku Sasak, jaran atau kuda yang dipakai adalah jaran yang dipakai saat acara pesta khitanan anak atau keluarga yang telah dilakukan sebelumnya pada beberapa tahun sebelumnya.
Bejaran ini menghabiskan biaya hingga puluhan juta rupiah.
Namun untuk meringankan biaya, masyarakat suku Sasak Lombok akan mengadakan begawe secara bersama-sama atau anak dari keluarga mereka dilakukan khitanan dalam waktu yang bersamaan.
Bahkan, acara khitanan ini juga dirangkaikan dengan acara resepsi untuk mengurangi beban biaya.
Baca juga: Misi Ungkap Situs Kuno Suku Sasak Lombok: Paranormal, Arkeolog, Hingga Legislator Terlibat
Anak yang dikhitan akan diarak keliling kampung menggunakan jaran.
Jaran ini juga disertai dengan musik gong untuk menambahkan suasana meriahnya acara bejaran.
Alat musik Gong, umumnya ditemani dengan 6 buah barangan yang berlaku sebagai melodi.
Kemudian 2 kemong gantung dan 2 gendang selaku pembawa tempo serta dinamika.
Lalu 1 buah gong, juga 8 pasang ceng-ceng atau sambal guna sebagai alat ritmik.
Gong ini juga memiliki instrumen unik yang berbahan dasar kuningan.
Acara sunatan yang dilakukan tukang sunat atau mantri juga diiringi dengan alat musik gendang beleq. Gendang beleq ini didatangkan dengan tujuan untuk mengiringi proses nyunatan sekaligus nantinya digunakan untuk mengiringi pengantin pada acara nyongkolan.
Keuntungan yang didapat oleh anak-anak yang dihitan dengan prosesi atau tradisi bejaran ini adalah banyaknya pendapatan saweran dari berbagai pengunjung atau tamu undangan yang datang untuk begawe.
Makanya, sebenarnya anak-anak lombok zaman dulu sangat senang dan gembira apabila prosesi sunatan atau khitanan mereka dilakukan pada saat begawe beleq (Upacara besar) karena semakin besar gawenya semakin besar pula pendapatan sawerannya.
Menurut keterangan Amaq Aldi, masyarakat suku Sasak Lombok yang menggunakan jaran menyebutkan jika tradisi bejaran ini sebenarnya tidak menjadi kewajiban.
Hanya saja, karena itu kebiasaan yang sudah turun temurun yang dilakukan masyarakat dari peninggalan nenek moyangnya.
Maka masyarakat sepakat untuk tetap mempertahankanya.

"Ini sebagai bukti tanda kasih sayang dan juga sebagai hiburan keluarga karena pada acara bejaran tersebut kami akan ngibing atau menari," jelasnya kepada Tribunlombok.com Rabu (18/5/2022).
Pantauan Tribunlombok.com kakek dan nenek serta anggota keluarga anak yang dikhitan akan menari-nari bersama pemikul kuda.
Mereka melakukan saweran kepada tukang pikul berupa rokok dan minuman bersoda.
(*)