Ini Respons Akademisi Unram Soal Amerika Serikat Tuduh Aplikasi Peduli Lindungi Langgar HAM
ia menilai data pribadi seperti NIK bersifat sangat personal dan rahasia, karena itu wajib untuk dilindungi
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Wahyu Widiyantoro
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Pemerintah Amerika Serikat menyebut aplikasi PeduliLindungi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Dosen Hubungan Internasional Universitas Mataram, Khairur Rizki, menanggapi laporan AS itu dengan kacamata HAM.
Dia menilai data pribadi seperti NIK bersifat sangat personal dan rahasia, karena itu wajib untuk dilindungi.
Baca juga: Angkutan Udara Lebaran 2022, Jumlah Pesawat Maskapai Nasional Berkurang 50 Persen
Baca juga: Begini Cara Isi e-HAC di Aplikasi PeduliLindungi, Syarat Naik Pesawat Mudik Lebaran 2022
Sedangkan aplikasi PeduliLindungi menyimpan banyak data pribadi masyarakat.
“Terlepas dari hadirnya aplikasi tersebut untuk menangani pandemi Covid-19, dan memang menjadi salah satu yang terbaik, namun semua informasi pribadi masyarakat yang ada diaplikasi tersebut harus dipastikan dilindungi,” tegasnya saat dikonfirmasi TribunLombok.com, Minggu (17/4/2022).
Perlindungan ini, sambungnya, merupakan respons era teknologi dan digitalisasi, di mana data pribadi bisa menjadi komoditas politik hingga bisnis.
“Selama ini kita tidak benar-benar tahu apakah data kita di Peduli Lindungi benar-benar dilindungi,” ucapnya.
Kendati ada kekhawatiran semacam itu, ia menyinggung adanya disparitas kesadaran terkait pentingnya melindungi data pribadi masyarakat US dan Indonesia.
“US sudah sangat advance sekali melihat isu tersebut,” ungkapnya.
Tuduhannya AS itu menjadi perbincangan khalayak dia media sosial hingga media massa setelah dimuat dalam Laporan Praktik Hak Asasi Manusia di berbagai negara, termasuk Indonesia melalui Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Dalam laporan tersebut, AS mengatakan aplikasi itu mewajibkan individu yang memasuki ruang publik untuk melakukan registrasi menggunakan aplikasi dengan dalih melacak penyebaran virus Covid-19.
Laporan itu merangkum pendapat organisasi masyarakat sipil yang diklaim mengkhawatirkan tentang privasi data penduduk.
“LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan oleh aplikasi dan bagaimana data ini disimpan dan digunakan oleh pemerintah,” dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/4/2022).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD menanggapi tudingan Amerika Serikat (AS) yang menyebut aplikasi Peduli Lindungi melanggar HAM.
Disiarkan melalui Youtube Kemenko Polhukam RI, Mahfud MD membantah adanya dugaan pelanggaran HAM di aplikasi PeduliLindungi.
Ia menjelaskan aplikasi itu dibuat sebagai langkah pemerintah menangani Covid-19.
“Pertama, pemerintah Indonesia membuat aplikasi PeduliLindungi justru untuk menangani Covid-19 sebaiknya-baiknya, lalu dianggap melanggar HAM,” jelas Mahfud, Sabtu (16/4/2022), dikutip dari Tribunnews.
Ia juga menyinggung penangan Covid-19 yang tidak lebih baik dari Indonesia.
“Misalnya kalau kita lihat dari Institute Lowy Australia, Amerika berada di barisan paling bawah, seperti Columbia, Mexico, Brazil, itu paling jelek (penanganan Covid-19). Indonesia jauh di atas itu,” tandasnya.
Menyambung tanggapannya, Mahfud MD mengatakan tudingan AS soal laporan dugaan pelanggaran HAM di aplikasi Peduli Lindungi tidak mendasar dan tanpa sumber resmi.
“Justru dalam kurun waktu 2018-2021, Indonesia juga dapat laporan enggak jelas oleh 19 LSM. Di waktu yang sama, Amerika dilaporkan 76 kasus. Jadi soal (dugaan pelanggaran HAM) itu kita saling lihat aja lah,” ungkapnya. (*)