Kasus Amaq Sinta
Amaq Sinta Bisa Lepas Dari Jerat Pidana, Begini Pandangan Hukum Prof Zainal Asikin
Sebelumnya, Amaq Sinta ditetapkan sebagai tersangka lantaran membunuh begal yang coba merampoknya.
Akan tetapi meskipun orang tersebut dapat melakukan tindakan lain, ia tidak bisa diharapkan untuk melakukan tindakan lain dalam menghadapi keadaan serupa.
Artinya, orang tersebut masih memiliki kesempatan untuk memilih tindakan apa yang akan dilakukannya meskipun pilihannya cukup banyak dipengaruhi oleh pemaksa.
Oleh karena itu, tampak adanya perbedaan dengan paksaan mutlak. Pada paksaan mutlak, segala sesuatunya dilakukan oleh orang yang memaksa, sedangkan pada paksaan relatif, perbuatan masih dilakukan oleh orang yang dipaksa berdasarkan pilihan yang ia buat.
Keadaan Darurat
Keadaan darurat seringkali disebut juga sebagai Noodtoestand.
Keadaan darurat berkembang berdasarkan putusan Hoge Raad pada tanggal 15 Oktober 1923 yang dinamakan sebagai opticien arrest.
Berdasarkan putusan tersebut, Hoge Raad membagi keadaan darurat menjadi 3 (tiga) kemungkinan.
Pertama, adanya benturan antara 2 (dua) kepentingan hukum.
Kedua, benturan antara kepentingan hukum.
Ketiga, kewajiban hukum, serta benturan antara 2 (dua) kewajiban hukum.
Pada dasarnya, jika berbicara mengenai keadaan darurat, maka dapat dipahami bahwa dalam keadaan darurat, suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang terjadi atas pilihan yang ia buat sendiri.
"Merujuk kajian teoritis itu, maka jika Amaq Sinta di dalam fakta-fakta hukum terbukti melakukan pembunuhan terhadap begal (korban) karena alasan daya paksaan absolut, relatif dan darurat, maka tindakan Amaq Sinta dapat dimasukan sebagai alasan penghapus pidana," terangnya.
Sehingga, kata Asikin, Amaq Sinta dianggap tidak melakukan tindak pidana yang dapat diajukan dan dilanjutkan ke tahap penyidikan dan menjadikan tersangka dalam pembunuhan. Atau jika terlanjur telah dilakukan penyidikan maka padanya patut dan pantas dihentikan perkaranya melalui pemberian SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).
Sementara itu, Ketua Umum Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) Yan Mangandar menilai, penetapan status tersangka Amaq Sinta merupakan keputusan terburu-buru dan tidak tepat.
"Kami menduga Polres Lombok Tengah dalam menyidik kasus tersebut tidak secara maksimal menggelar perkaranya melibatkan fungsi pengawasan dan fungsi hukum polri," kata Ketua Umum PBHM Yan Mangandar, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/4/2022) .