Jenis dan Bentuk Perbuatan Pidana Kekerasan Seksual Menurut UU TPKS, Termasuk Catcalling
UU TPKS ini merupakan aturan yang berpihak kepada korban serta memberikan payung hukum bagi aparat penegak hukum
TRIBUNLOMBOK.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang (UU), Selasa (12/4/2022).
Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022 ini resmi menetapkan RUU TPKS menjadi UU TPKS.
UU TPKS memuat 93 pasal 8 bab, di antaranya mengatur adanya dana bantuan korban atau victim trust fund dan kekerasan berbasis elektronik.
Baca juga: Dinas Kesehatan Lombok Timur Ungkap 3 Faktor Maraknya Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak
Baca juga: Psikolog Soroti Kasus Kekerasan Seksual pada Anak, Jelaskan Jenis dan Penyebabnya
Ketua DPR RI Puan Maharani menanyakan persetujuan seluruh anggota dewan terhadap RUU TPKS menjadi UU.
"Selanjutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh peserta sidang yang terhormat, apakah Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui untuk disahkan sebagai undang-undang?" tanya Puan sebelum mengetuk palu pimpinan saat Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (12/4/2022), dikutip dari publikasi di laman DPR.
"Setuju," jawab seluruh Anggota Dewan.
Poin Penting UU TPKS
Sebelum disetujui, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya sempat menyampaikan laporan pembahasan RUU TPKS.
Menurutnya terdapat 3 poin penting yang ada pada RUU TPKS, antara lain:
1. Merupakan rancangan undang-undang yang berpihak kepada korban
2. UU TPKS nantinya menjadi payung hukum atau legal standing untuk mengatasi kasus kekerasan seksual
3. Menjadi wujud nyata kehadiran negara memberikan keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual
Willy mengatakan, RUU ini merupakan aturan yang berpihak kepada korban serta memberikan payung hukum bagi aparat penegak hukum.
Selama ini belum ada payung hukum untuk menangani kasus kekerasan seksual.
"Ini adalah kehadiran negara, bagaimana memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual yang selama ini kita sebut dalam fenomena gunung es," jelas Willy.
Pada kesempatan tersebut, disampaikan pula pandangan mini pemerintah yang dibacakan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati.
“Presiden menyatakan setuju Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk disahkan menjadi undang-undang. Kami ucapkan apresiasi dan terima kasih kepada pimpinan, anggota DPR RI atas segala komitmen, dedikasi dan perhatiannya dalam menyelesaikan proses pembahasan rancangan undang-undang ini,” ungkap menteri yang dikenal dengan sapaan Bintang Puspayoga ini.
Ada sembilan jenis kekerasan seksual yang diatur dalam UU TPKS.
Aturan ada di Pasal (4) Ayat (1) UU. Sembilan tindak pidana kekerasan seksual berdasarkan UU TPKS yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, dan pemaksaan sterilisasi.
Selain itu, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.
Selain kesembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual yang disebut dalam Ayat (1), terdapat 10 jenis kekerasan seksual lain yang tercantum dalam Pasal (4) Ayat 2, yakni perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan atau eksploitasi seksual terhadap anak, dan perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban.
Selain itu, pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk ekspolitasi seksual, serta kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga.
Ada pula tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut dokumen UU TPKS yang didapatkan Tribunnews, dalam Pasal 1 menjelaskan pengertian tindak pidana kekerasan seksual, yaitu:
Tindak Pidana Kekerasan Seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang sepanjang ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) menyebutkan, tindak pidana kekerasan seksual terdiri dari:
a. pelecehan seksual nonfisik;
b. pelecehan seksual fisik;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan sterilisasi;
e. pemaksaan perkawinan;
f. penyiksaan seksual;
g. eksploitasi seksual;
h. perbudakan seksual; dan
i. kekerasan seksual berbasis elektronik.
Selain itu, dalam Pasal 4 ayat (2) juga menyebut 10 perbuatan lainnya yang termasuk tindak pidana kekerasan seksual:
a. perkosaan;
b. perbuatan cabul;
c. persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak;
d. perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban;
e. pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;
f. pemaksaan pelacuran;
g. tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
h. kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
i. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan
j. tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Aturan Jerat Pidana
UU TPKS juga mengatur tentang jerat pidana bagi korporasi yang melakukan TPKS, yang diatur di pasal 18.
Dalam Pasal 18 Ayat (1) UU TPKS disebutkan:
"Korporasi yang melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 5 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp 15 miliar", seperti yang diberitakan Tribunnews.
Kemudian dalam Ayat (2) disebutkan:
"Jika kekerasan seksual dilakukan oleh Korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemberi perintah, pemegang kendali, pemilik manfaat Korporasi, dan/atau Korporasi."
"Selain pidana denda, hakim juga menetapkan besarnya restitusi pelaku Korporasi," demikian bunyi Ayat (3) UU TPKS.
Dalam UU TPKS disebutkan adanya restitusi.
Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiil dan/atau imateriil yang diderita Korban atau ahli warisnya.
Sedangkan pada Ayat (4) disebutkan hukuman pidana tambahan bagi korporasi yang melakukan kekerasan seksual.
Pidana tambahan:
1. perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
2. pencabutan izin tertentu;
3. pengumuman putusan pengadilan;
4. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;
5. pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan Korporasi;
6. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha Korporasi; dan/atau
7. pembubaran Korporasi.
Definisi korporasi yang dimaksud tercantum dalam Pasal 1 tentang ketentuan umum UU TPKS. Yang dimaksud korporasi dalam beleid itu adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Pidana pelaku perbudakan seksual
Pelaku perbudakan seksual dijerat pidana dan terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara melalui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang tercantum di pasal 13.
"Setiap Orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain dan menjadikannya tidak berdaya dengan maksud mengeksploitasinya secara seksual, dipidana karena perbudakan seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," demikian isi Pasal 13 UU TPKS.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti/Gilang/Theresia Felisiani)(Tribun Network/yud/mam/kps/wly)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Poin Penting UU TPKS dan Jerat Pidana bagi Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan RUU TPKS Resmi Jadi Undang-Undang, Korporasi Bisa Dijerat Pidana, Denda Paling Banyak Rp 15 Miliar