Pacuan Kuda di Bima

Soal Meninggalnya Joki Cilik Pacuan Kuda di Bima, Ini Tanggapan Gubernur NTB

Gubernur NTB Zulkieflimansyah disentil budayawan di Media sosial (medsos) soal eksploitasi anak yang terjadi di pacuan kuda Bima.

Penulis: Atina | Editor: Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM/ATINA
Suasana rumah duka almarhum joki cilik, Peci di Kecamatan Woha Kabupaten Bima. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina

TRIBUNLOMBOK.COM, BIMA - Gubernur NTB Zulkieflimansyah disentil budayawan di Media sosial (medsos) soal eksploitasi anak yang terjadi di pacuan kuda Bima. 

Meninggalnya MA alias Peci, joki cilik usia 6 tahun asal Kecamatan Woha Kabupaten Bima menambah deretan catatan buruk di event pacuan kuda di NTB.

Bocah itu jatuh tersungkur, saat latihan di arena pacuan kuda Desa Panda Kecamatan Palibelo, Minggu (5/3).

Baca juga: Potret Pacuan Kuda di Bima: Antara Hobi Kalangan Elite, Penjudi, dan Nyawa Joki Cilik 

Baca juga: Sirkuit Pacuan Kuda Internasional Bakal Dibangun di Dompu NTB

Peristiwa meninggalnya joki cilik ini, bukan pertama kali di Bima.

Pada Oktober Tahun 2019, Sabila menghembuskan nafas terakhir setelah terjatuh dari punggung kuda di event pacuan kuda di arena Sambinae Kecamatan Mpunda Kota Bima.

Peristiwa ini mendorong Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan pemerhati budaya, untuk menyuarakan penghentian praktik eksploitasi anak di arena pacuan kuda.

Di sisi lain, pemerintah dan pecinta pacuan menganggap joki cilik sebagai warisan budaya nenek moyang.

Pemerhati Budaya, Paox Iben Mudhaffar melalui laman media sosialnya menyoroti kebijakan pemerintah terkait pelibatan anak pada pacuan kuda.

“Saya tidak mau terseret dengan hiruk pikuk atau euforia MotoGP Mandalika. Sama-sama balapan, tapi perlakuannya sungguh berbeda dengan pacuan kuda yang menggunakan joki anak-anak,” sorot Paox Iben.

Pelibatan anak pada pacuan kuda, harusnya tidak terjadi lagi.

Karena sudah tak terhitung lagi, berapa nyawa anak yang menjadi korban di arena pacuan kuda

“Kemana pemerintah daerah dalam hal ini. Apakah pemilik kuda-kuda itu bisa dituntut. Apakah aparat penegak hukum bergerak,” tanya Paox.

Menurut Paox, Zulkieflimansyah sebagai Gubernur NTB dan pemilik kuda-kuda juara harus turun tangan soal ini.

Ia meminta, hentikan pacuan bila belum ada pengaman yang standar dan sistem yang memadai.

Seperti batas usia, klasifikasi kuda dan penunggang, serta sertifikasi atau kelayakan joki.

Gayung bersambut, sentilan Paox direspon langsung oleh akun Gubernur NTB Zulkieflimansyah pada kolom komentar.

Orang nomor satu di NTB itu menjawab, Kalau panitia harusnya disiplin menerapkan persyaratan keamanan dan kesehatan harus lengkap tersedia.

“Tapi, persoalan  joki cilik ini memang pelik. Melarangnya pasti akan dapat tantangan keras atas nama kebiasaan dan budaya,” kata gubernur.

Pria yang akrab disapa bang Zul ini mengaku, sebenarnya sedang terjadi perubahan secara perlahan dengan semakin banyaknya kuda-kuda besar yang dipacu di NTB.

Dengan demikian, klasifikasi joki harus diterapkan sesuai dengan ukuran kuda berdasarkan standar nasional.

“Semakin besar kudanya, maka joki harus besar pula," ujarnya. 

Ketika standar nasional mulai diberlakukan lanjut bang Zul, maka saat itu nggak ada lagi joki-joki cilik itu.

Standar nasional itu ketat menyangkut berat joki, usia, peralatan joki dan beberapa syarat lainnya.

(*) 
 

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved