Opini
Tuan Guru Bajang: Kacamata Agama dan Negara
Sebagaimana yang sering ia sampaikan, "keindonesian dan keagamaan berada dalam satu tarikan nafas".
"Sikap tasamuh (toleransi), tawaasuth (proporsional) memandang sesuatu dan meletakkan sesuatu pada tempatnya, kemudian tahabbur itu sikap memandang seluruh gerak ini demi kemajuan bersama, menghadirkan keadaban yang baik, itu cita-cita kita," ujar Doktor tafsir Qur’an lulusan Al-Azhar itu.
Pandangan Keagamaan dan Kebangsaan Tuan Guru Bajang Menyejukkan
Sebagai tokoh nasional, Tuan Guru Bajang lazim memberikan respons terhadap sejumlah persoalan. Khusunya terkait narasi-narasi membenturkan antara keagamaan dan kebangsaan.
Sebagai contoh, di tengah tingginya tensi politik pada 2018, TGB memberikan pandangan bernas.
Pada tahun tersebut, hubungan antara agama dengan negara tampak tidak harmonis. Hal ini lantaran narasi keagamaan banyak digunakan sebagai alat mencapai kepentingan politik. Tak sedikit yang akhirnya menjadi embrio timbulnya konflik.
Posisi agama dan negara tampak dihadap-hadapkan.
Saat itu, TGB mengimbau kepada siapapun untuk tidak berpolitik dengan mengutip ayat-ayat perang dalam Al-Qur'an.
"Apa aset kita yang tidak terlihat sebagai bangsa? Aset yang tidak terlihat itu adalah persaudaraan dan persatuan kita sebagai bangsa. Kita ini bersaudara. Apakah bapak-bapak berani mengatakan bahwa anda adalah yang haq, sementara lawan politik adalah yang bathil seperti kafir Quraisy? Siapa yang berani? Kalau saya tidak berani. . .," ucap TGB kala itu.
Sekali lagi, TGB memberi penegasan tentang pentingnya merawat persaudaraan di tengah perbedaan.
"Siapapun yang mendengar ucapan saya ini, tokoh-tokoh, guru-guru yang saya muliakan. Tolong berhentilah berkontestasi politik dengan mengutip ayat-ayat perang dalam Al-Qur’an. Kita tidak sedang berperang. Kita ini satu bangsa. Saling mengisi dalam kebaikan. . .," ungkapnya.
Contoh lain, ketika pandemi covid-19 mulai merebak, ruang publik terasa amat gaduh. Riuh rendah perdebatan soal covid-19 juga tak sedikit menyerempet aspek kultus beragama.
Dalam kegaduhan tersebut, TGB konsisten menyampaikan sikap dan pandangannya. Sebut saja beberapa kasus yang timbul soal anjuran beribadah di rumah selama pandemi, penolakan jenazah penyintas covid-19, hingga penolakan vaksinasi. TGB memberi pencerahan soal itu.
Tak sedikit dari petuahnya kemudian dijadikan rujukan. Menjadi pembasuh dahaga soal simpang siaurnya informasi soal virus tersebut di tengah umat. Dari perspektif keagamaan.
Belakangan ini, publik dibuat gaduh setidaknya karena dua hal. Pertama, pernyataan Ustad Khalid Basalamah yang "dianggap" mencederai (tradisi) kesenian wayang. Kedua, aturan TOA masjid yang dikeluarkan Menag, Yaqut Cholil Qoumas. Pandangan TGB kembali menjernihkan keadaan.
Baca juga: Tuan Guru Bajang: Mengkhianati Indonesia Sama dengan Mengkhianati Sang Pencipta
Ketika bicara terkait yang pertama, titik tolak TGB ialah soal relasi agama dan budaya. TGB berpendapat, terdapat tradisi atau kebiasaan (budaya, red) yang beririsan langsung dengan kehidupan beragama. Untuk memberikan penilaian tentang benar dan salah, kata TGB, harus menggunakan ukuran syariat.