Garap Film Budaya Ponan, LINKKAR dan Budayawan Sumbawa Adakan FGD dengan Masyarakat Poto

Pembuatan Film Adat Ponan diharapkan menjadi Dokumentasi Budaya yang dapat menjadi rujukan RPJM Pemerintah

Penulis: Galan Rezki Waskita | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Tribunlombok.com/Galan Rezki Waskita
Focus Group Discussion pembuatan Film Dokudrama Sadekah Ponan 

Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Galan Rezki Waskita

TRIBUNLOMBOK.COM, SUMBAWA - Lembaga Analisis dan Kajian Kebudayaan (Linkar) rencanakan pembuatan Film Budaya Ponan.

Gagasan ini muncul berdasarkan hasil diskusi dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Ponan sendiri adalah tradisi sedekah di tengah sawah sebagai rasa syukur pasca masa tanam.

Adapun fFilm ini diwacanakan bersifat Dokumenter Drama (Dokudrama).

Baca juga: Tanggapan Gubernur NTB Soal Tes Covid-19 Perjalanan Domestik Dihapus: Penonton MotoGP Makin Banyak

"Kami ingin dari proses pembuatan film ini ada aspek drama sehingga mampu memunculkan historis dari ponan," kata Amilan Hatta Direktur Linkar, Selasa (8/3/2022).

Pernyataan itu disampaikan di hadapan masyarakat dan Pemerintah Desa Poto dan Kecamatan Moyo Hilir, karena banyak orang datang ke Ponan namun tidak mengerti terkait budaya ini.

Bukit Ponan di wilayah Desa Poto Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa.
Bukit Ponan di wilayah Desa Poto Kecamatan Moyo Hilir Kabupaten Sumbawa. (Tribunlombok.com/Galan Rezki Waskita)

Lebih jauh, pembuatan film ini adalah langkah awal merespon tidak adanya program spesifik pada 350 desa pemajuan kebudayaan di Indonesia.

Film ini diharapkan mampu menjadi dokumentasi budaya.

Baca juga: Jalan Udayana Kota Mataram Langganan Aksi Balap Liar, Pedagang Car Free Day Terganggu

Dokumen ini nantinya akan dapat menjadi rujukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa maupun Kecamatan.

Kebetulan, Desa Poto tempat Sadekah Adat Ponan digelar masuk dalam list ke 59 Desa Pemajuan Kebudayaan.

FGD ini diharapkan mampu memberikan masukan dalam penggarapan film tersebut.

Dalam Diskusi ini, H. Hasanuddin Budayawan Sumbawa turut menyampaikan pandangannya.

Menurutnya, untuk pembuatan film tersebut akan baik bila dilakukan pemetaan sejarah, tradisi dan esensinya.

Aspek ini termasuk pada ranah filosofis dari jenis dan bahan makanan.

Melalui ini, kearifan lokal masyarakat akan benar-benar terekspos.

Ia mencontohkan pada penggunaan beras ketan.

Beras ini bertekstur lengket.

Secara filosofis penggunaan bahan ini menggambarkan kerekatan hubungan masyarakat.(*)

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved