Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Jokowi Menguat, Golkar Lakukan Kajian Serius
Wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo menguat di parlemen. Perpanjangan masa jabatan ini menyusul kondisi keuangan negara yang defisit
Menurut anggota Komisi XI DPR ini, mulai tahun 2023 ini, defisit APBN tidak boleh lebih dari 3 persen.
Artinya, defisit anggaran negara kembali ke aturan UU keuangan negara yaitu berada dibawah 3 persen.
Selama pandemi Covid-19, defisit anggaran dibolehkan berada di atas 3 persen.
Pembiayaan negara juga banyak ditopang oleh utang.
Lalu, tahun 2021, utang negara mencapai Rp 1.100 triliun.
Tahun 2022 ini sedikit berkurang karena ekonomi sudah mulai membaik yaitu Rp 600 triliun.
Sementara tahun 2023, sudah tidak boleh hutang lagi.
Kalau sudah tidak boleh utang lagi, maka pemerintah harus jeli mencari penerimaan negara.
Artinya, penerimaan pajak harus meningkat, investasi harus meningkat, Produk Domestik Bruto (PDB) harus naik.
"Kita tahu selama Covid 19, pembiayaan negara lebih banyak ditopang oleh utang karena penerimaan negara berkurang. Nanti kalau sudah ada hiruk-pikuk Pemilu 2024, bagaimana meningkatkan penerimaan negara. Pasti tersendat. Ini bahaya,” jelas Mekeng.
Ia menegaskan dalam kondisi penerimaan negara yang kurang dan utang tidak boleh, negara dituntut untuk mengurangi angka kemiskinan.
Baca juga: Ini Alasan Muhaimin Iskandar Usulkan Pemilu 2024 Ditunda
Di sisi lain, berbagai bantuan yang ada selama ini seperti Bansos, dan PKH, tidak boleh langsung berhenti.
Karena berbagai bantuan tersebut untuk menjaga masyarakat tidak jatuh miskin.
Selain itu untuk menjaga daya beli masyarakat agar roda ekonomi tetap jalan.
“Jika hutang tidak boleh dan semua bantuan ditarik karena menjelang Pemilu, bagaimana ekonomi bisa bergerak. Ekonomi bisa tambah hancur kalau semua itu ditarik,” tegas Mekeng.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/presiden-jokowi-kamis-24-februari-2022.jpg)