Kisah Jatuh Bangun Penjual Es Kepal Mataram, Rintis Usaha dari Dapur Kecil
Usaha Es Kepal Mataram dirintis dengan perjuangan panjang serta lika liku yang harus dilalui pemilik usahanya. Mereka merintis dari dapur kecil.
Penulis: Jimmy Sucipto | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Jimmy Sucipto
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Dalam merintis usaha tidak selalu mendapatkan jalan yang mulus. Selalu ada tantangan dan rintangan.
Begitulah ucapan yang dilontarkan Maretha (30), pemilik usaha Es Kepal Mataram, yang ditemui TribunLombok.com, Rabu, 23 Februari 2022.
Usaha Es Kepal ini beralamat di Jalan Bung Karno No 99, Pagutan, Mataram.
Saat ditemui, Maretha menceritakan tentang lika-liku usahanya.
Ia mengaku usahanya berawal dari sebuah dapur kecil.
Dengan kerja keras tanpa kenal lelah, sekarang dia berhasil membuka cabang sendiri.
"Dulu saya berawal dari dapur saja mas, lalu berlanjut ke garasi rumah, menyewa sebidang sawah di depannya, hingga sekarang di cabang yang kita duduki," ucap Etha.
Baca juga: Kisah Kebangkitan Usaha Kopi Sembalun: Gempa Bumi Menghancurkan, Kopi Sajang Menyatukan
Baca juga: Kurasi Produk UMKM Lombok Tengah Jamin Keamanan Konsumen MotoGP Mandalika
Wanita penggemar BTS ini juga mengaku usaha yang ia tempuh tidak selalu diindahkan oleh orang terdekatnya.
"Dulu saat berjualan di komplek mas, tetangga terdekat saya yang awalnya baik menjadi musuh di balik selimut, ia bersama sahabatnya menandatangani petisi," tambah Etha.
Petisi tersebut berisi permintaan untuk menutup usahanya yang dianggap mengganggu.
Mereka merasa tergangggung karena banyak orang yang datang, baik pembeli maupun ojek online.
Tapi petisi tersebut tidak merugikan usahanya. Pasalnya petisi tersebut hanya ditanda-tangani dua orang saja.
Etha juga mengatakan, saat ia membuka usaha ini akibat persaingan yang begitu besar di Bandung.
"Dulu saya bersama suami saya Akmal hanya coba-coba saja buka usaha di sini, karena persaingan di Bandung sangat ketat, " ucap Etha.
Suami Etha, Akmal turut menambahkan, dulu mereka awalnya ragu mau membuka usaha di Lombok, karena mengenal medan.
Hal tersebut diungkapkan karena Akmal berasal dari Bandung, tidak seperti Etha yang memang pernah berkuliah di Unram, Lombok.
"Saya pernah berkuliah di sini, jadi saya yakinkan Akmal untuk membuka usaha di sini," katanya.
Hal tersebut terbukti berbuah manis, dengan usaha mereka Es Kepal semakin berkembang dan memperkerjakan orang-orang lokal.
Meski memperkerjakan orang lokal, hal tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar bagi Es Kepal.
"Dulu saat masih berjualan di rumah, pekerja saya banyak yang teriak-teriak, syukurnya mereka masih bisa dibilangin," jawab Etha.
Ada juga pekerjanya yang memiliki sifat tangan panjang.
"Untuk cabang yang di Selong, kami stop sementara karena kesulitan mencari pekerja yang bisa dipercayai, pasalnya pekerja yang di percayai di sana selalu mencuri uang hasil jualan," tambah Etha.
Etha juga menggambarkan pekerjanya yang sekarang sudah lebih mapan dibandingkan sebelumnya.
"Syukurnya di sini sudah berjalan dengan lancar, pegawai dari zaman masih di rumah sudah tahu apa yang harus dilakukan dan tidak," beber Etha.
Akmal juga menambahkan kisah perselisihan usaha mereka dengan ojol yang ada di Es Kepal.
"Dulu waktu usaha kami masih di rumah, pernah ada ojol yang merasa orderannya belum keluar dan sudah menunggu selama dua jam," ungkapnya.
Tanpa kehabisan akal, Akmal dan Etha mengambil cara yang cukup cerdik, dengan mengecek CCTV mereka.
"Ketika kami cocokan waktu dengan orderan yang ada, kami catat hanya waktu 30 menit saja saat dia order, bukan dua jam seperti yang ia beberkan (ojol)," ucap Akmal.
Meski demikian lika-liku usaha Es Kepal, masih terus berjalan dengan lancar.
Hingga memperkerjakan tenaga yang terdampak efek Covid-19 berasal dari Gili, Lombok Utara.
"Ada pekerja kami di dapur yang sangat terdampak Covid-19, diantaranya orang yang pernah berkerja di gili, Lombok Utara," kata Etha.
Selain itu di Es Kepal Mataram terdapat live musik yang dapat mengangkat suasana tongkrongan semakin asik.
Tetapi mereka pun mendapat teguran kepala lingkungan setempat.
"Maksimal kita bisa memutar lagu hingga jam 9 malam, tetapi meski demikian kami tidak keberatan," jawab Etha.
Etha dan Akmal pun melanjutkan pekerjaannya menjual Es Kepal Mataram.
(*)