Pemilik Warung Lalapan di Senggigi Menghadapi Pandemi Covid-19, Bertahan Hidup sampai Jual Motor

Dalam triwulan tersebut, di NTB, hanya 54,55% persen usaha akomodasi makanan dan minuman yang masih beroperasi seperti biasa. 

Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBYAN ABEL RAMDHON
Adi bersama istrinya duduk lesehan sehabis melipat pakaian yang sudah disetrika. 

Dan satu meja dengan ukuran yang sama tanpa kursi untuk pengunjung yang ingin duduk lesehan.

Warung tersebut sekilas seperti tutup karena etalase makanan yang kosong dan kursi-kursi yang sepi.

Adi dan istrinya, duduk di karpet tengah sibuk melipat pakaian mereka yang baru disetrika.

Ketika mendirikan bisnis warung lalapannya di Senggigi pada 2020 awal (sebelum pandemi), Adi mengaku mengeluarkan modal sebesar Rp3 juta rupiah (di luar biaya sewa lahan).

Bangunan warung dikerjakannya secara mandiri. Modal yang dikeluarkannya digelontorkan untuk membeli bahan-bahan makanan dan keperluan dapur.

Hingga saat wawancara bersama Tribunlombok.com, ia mengungkapkan baru sebesar lima persen saja dari seluruh modalnya yang keluar telah kembali.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya sendiri selama pandemi, Adi sampai menjual tiga motor miliknya (1 jenis Vario & 2 Revo), dan saat ini hanya mengandalkan satu motor (Supra) pinjaman untuk mobilisasi.

Selain menjual motor, Adi pun melakukan pinjaman ke bank guna mempertahankan usaha dan memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarganya.

Modal-modal yang telah dikumpulkannya dengan berbagai cara itu, tutur Adi, setiap hari kian menipis.

Sedangkan kebutuhan dapur warungnya saja, dalam sekali berbelanja, Adi harus menghabiskan minimal Rp100 ribu rupiah dengan pembagian 2 kg ayam potong, ditambah rempah-rempah dan sayuran.

Di sisi lain, ia juga harus mengalokasikan anggaran sebesar Rp500 ribu tiap bulannya untuk membeli token listrik.

Jika Adi mengeluarkan sebesar Rp500 per bulan untuk listrik, dan Rp100 ribu untuk keperluan dapur warung per tiga hari selama sebulan, maka ia membutuhkan modal Rp1 juta tiga ratus ribu untuk mengoperasikan warungnya selama sebulan.

“Sekarang setengah dari lima ratus ribu saja sulit,” tandas Adi.

Adi merasa beruntung, karena pemilik lahan tempat ia mendirikan warung, tidak menuntut biaya sewa dibayar tepat waktu. 

“Sama-sama paham kondisi sama yang punya lahan,” katanya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved