Vaksinasi Covid-19 Usia Anak di Mataram Bikin Resah Orang Tua, Ombudsman NTB 'Warning' Pihak Sekolah

Ombudsman NTB mengimbau seluruh sekolah di Kota Mataram tidak memaksa siswa membuat surat persetujuan sebagai syarat suntik vaksinasi Covid-19.

Penulis: Sirtupillaili | Editor: Sirtupillaili
TribunLombok.com/Sirtupillaili
Kepala Ombudsman NTB Adhar Hakim 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi anak usia 6-11 tahun, di sekolah-sekolah Kota Mataram membuat sejumlah orang tua resah.

Penyebabnya, pihak sekolah mewajibkan siswa mengisi formulir persetujuan vaksin dari siswa.

Surat tersebut memuat klausul yang meminta orang tua atau wali siswa tidak menuntut petugas yang melakukan tindakan medis.

Terkait hal itu, Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta seluruh manajemen sekolah di NTB tidak memaksakan siswa mengisi surat persetujuan tersebut.

Kepala Ombudsman NTB Adhar Hakim dalam keterangan tertulis mengungkapkan, sejak vaksinasi Covid-19 bagi anak digelar, Ombudsman NTB menerima sejumlah keluhan orang tua terkait surat tersebut.

Pengaduan disampaikan orang tua siswa tingkat SD dan SMP di Kota Mataram.

"Atas dasar tersebut Ombudsman RI Perwakilan NTB melakukan serangkaian pemeriksaan dengan turun ke sejumlah sekolah di Kota Mataram," kata Adhar Hakim, Jumat 4 Februari 2022.

Baca juga: Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi Sunat Bantuan Pendidikan, Ombudsman NTB Selamatkan Rp 10 M

Baca juga: Murid Bodong Dana BOS NTB

Tim Ombudsman juga melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Mataram dan Dinas Pendidikan Kota Mataram.

Dari hasil pemeriksaan, ditemukan fakta sejumlah sekolah meminta orang tua menandatangani surat persetujuan anaknya divaksin.

"Dalam surat persetujuan tersebut ada sekolah yang mencantumkan klausul orang tua tidak akan menyalahkan atau menuntut petugas yang melakukan tindakan medis," beber Adhar.

Bahkan ada juga surat persetujuan yang menggunakan materai.

Ombudsman juga menemukan fakta surat persetujuan menggunakan kop sekolah dan ada yang tidak.

"Dari pengakuan sejumlah orang tua siswa, tindakan tersebut meresahkan mereka," katanya.

Beberapa bahkan mengaku ragu anaknya divaksin dengan bentuk-bentuk pernyataan seperti itu.

Terlebih lagi format surat tersebut tidak jelas sumbernya.

Ada sekolah yang mengatakan mendapatkan format dari grup WA, ada yang mendapatkan format dari Dinas Pendidikan.

Berdasarkan hasil koordinasi dengan Dinas Kesehatan Mataram dan sejumlah pusksesmas, mereka tidak pernah mengeluarkan atau meminta sekolah membuat surat persetujuan itu.

Petugas vaksin justru baru mengetahui adanya surat persetujuan seperti itu saat melakukan vaksin di sekolah.

Padahal kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mataram sejak awal telah mengingatkan seluruh sekolah agar tidak membuat surat semacam itu.

Adhar menambahkan, dasar pelaksanaan vaksinasi bagi anak usia 6 sampai 11 tahun yakni Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/6688/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Bagi Anak Usia 6 - 11 Tahun.

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan tersebut, terdapat tiga format yang harus diisi saat dilakukan skrining.

Saat anak berada di ruang tunggu berkaitan dengan verifikasi data identitas, pemeriksaan suhu, tekanan darah, dan pertanyaan yang diajukan petugas vaksin.

Kemudian hasil skrining berupa dapat vaksinasi atau ditunda divaksinasi, atau tidak diberikan vaksin.

Kemudian pencatatan observasi berisi ada atau tidaknya keluhan setelah divaksin.

"Jika mengacu kepada keputusan menteri kesehatan tersebut tidak ada format surat persetujuan yang dibuat sekolah," katanya.

Adhar mengingatkan, sekolah dalma hal ini hanya menyiapkan tempat atau hal-hal lain yang mendukung pelaksanaan vaksinasi di sekolah.

Seperti menyiapkan tempat, menyampaikan informasi kepada orang tua siswa, membawa persyaratan seperti KK.

Tapi bukan dalam rangka meminta persetujuan yang isinya tidak boleh menggugat tindakan medis.

Ombudsman NTB juga meminta kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram terus melakukan pengawasan di lapangan.

"Meminta sekolah-sekolah tidak membuat surat persetujuan yang diberikan kepada orang tua/wali siswa," katanya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved